REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha mengungkapkan pemerintah telah menghabiskan dana Rp 90,45 miliar untuk belanja jasa influencer. Dana puluhan miliar itu digunakan pemerintah pusat mulai dari 2017 hingga 2020.
Egy menilai, gelontoran anggaran publik jumlah besar terkait aktivitas digital artinya Presiden Jokowi tidak percaya diri dengan program-programnya sehingga Jokowi harus menggelontorkan anggaran untuk influencer.
"Apabila kita hendak menelusuri sumber-sumber lainnya seperti dokumen anggaran publik atau memperluas cakupan pantauan ke pemerintah daerah, tidak tertutup kemungkinan jumlah yang ditemukan lebih besar dari Rp 1,29 triliun," katanya, Kamis (20/8).
Disaat yang bersamaan, dia meminta pemerintah agar transparan dari segi alokasi dan penggunaan anggaran. Dia menegaskan bahwa publik berhak tahu mana saja kebijakan yang disosialisasikan menggunakan influencer.
Dia mengatakan, publik juga berhak tahu bagaimana pemerintah menentukan bahwa suatu isu memerlukan bantuan influencer serta bagaimana pemerintah menentukan individu yang layak dijadikan influencer.
Egi juga mempertanyakan peran instansi kehumasan yang dimiliki pemerintah dengan maraknya penggunaan jasa influencer tersebut. Dia menilai bahwa tren penggunaan influencer dapat membawa pemerintah pada kebiasaan mengambil jalan pintas. Misalnya guna memuluskan sebuah kebijakan publik yang tengah disusun, maka pemerintah menggunakan jasa influencer untuk memengaruhi opini publik.
"Hal ini tidak sehat dalam demokrasi karena berpotensi mengaburkan substansi kebijakan yang tengah disusun dan kemudian berakibat pada tertutupnya ruang percakapan publik," katanya.