Jumat 21 Aug 2020 03:36 WIB

Kemenkes dan BPOM Diminta Tingkatkan Literasi Obat Corona

Pemimpin/tokoh sempat memberikan contoh buruk menghadapi klaim pencegahan virus.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi uji klinis vaksin Covid-19. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) supaya memberikan pemahaman mengenai obat Covid-19 kepada masyarakat.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Ilustrasi uji klinis vaksin Covid-19. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) supaya memberikan pemahaman mengenai obat Covid-19 kepada masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyaknya orang atau pihak yang mengklaim menemukan obat yang menyembuhkan virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) padahal belum teruji klinis membuat membuat Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) khawatir. Karena itu, otoritas terkait seperti Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) supaya memberikan pemahaman mengenai obat Covid-19 kepada masyarakat.

"Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk meningkatkan literasi masyarakat terkait obat," ujar Sekretaris YLKI Agus Sujatno saat dihubungi Republika, Kamis (20/8).

Baca Juga

Ia menambahkan, edukasi dan literasi bisa diberikan kepada publik termasuk lewat iklan layanan masyarakat. Selain itu, ia meminta adanya penengakan hukum yang konsisten, kontinu, dan terintegrasi sampai sisi hulu untuk memberikan jaminan masyarakat konsumen. Ia menegaskan, upaya-upaya ini penting dilakukan karena masyarakat sebagai konsumen saat ini sedang dalam posisi khawatir dan panik dengan munculnya Covid-19. Akibatnya, dia melanjutkan, masyarakat dengan mudahnya mempercayai hal-hal terkait pencegahan atau pengobatan yang bahkan belum diakui secara klinis. 

Kondisi ini diperburuk dengan awal-awal pandemi ternyata pemimpin/tokoh memberikan contoh buruk menghadapi klaim-klaim pencegahan virus tanpa melalui uji klinis. "Masyarakat membutuhkan informasi yang transparan dan konkrit terhadap hasil penemuan obat untuk Covid-19," katanya.

Selain itu, ia juga meminta masyarakat konsumen jangan mudah percaya pada informasi dengan beragam klaim sebelum ada informasi resmi dari pemangku kepentingan terkait yang mengawasi obat beredar yaitu BPOM.

Sebelumnya, hasil inspeksi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan bahwa proses uji klinis obat Covid-19 yang dikembangkan Universitas Airlangga bersama TNI AD dan Badan Intelijen Negara (BIN) belum valid. Ada banyak hal yang masih harus diperbaiki agar obat tersebut dinyatakan valid dan mendapat izin edar BPOM.

"Dalam status yang kami nilai adalah masih belum valid dikaitkan dengan hasil inspeksi kami," kata Kepala BPOM Penny Lukito. 

Penny mengatakan, pihaknya melakukan inspeksi terhadap proses uji klinis pada 28 Juli 2020. Adapun uji klinis dimulai pada 3 Juli lalu. Dari hasil inspeksi itu, muncul temuan kritis berupa tidak terpenuhinya unsur randomisasi atau pengacakan subjek uji klinis. 

Padahal, subjek dari suatu riset harus memenuhi unsur pengacakan agar merepresentasikan populasi. Pengacakan itu berkaitan dengan keberagaman subjek penelitian, seperti variasi demografi, derajat kesakitan, hingga derajat keparahan penyakit dari yang ringan, sedang, hingga berat.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement