REPUBLIKA.CO.ID, LAGOS -- Epe Fish Market di negara bagian Lagos, Nigeria Selatan, kembali beroperasi. Pembukaan pasar hewan liar ini terjadi hanya beberapa bulan setelah diisolasi untuk membendung penyebaran virus corona baru.
Seorang penjual membersihkan trenggiling yang terancam punah dengan parang. Di dekatnya, hewan pengerat pemotong rumput dikuliti. Meski mulai kembali berdagang hewan-hewan liar, kebanyakan penjual memakai masker.
Para ahli mengatakan Covid-19, yang telah menewaskan sekitar 1.000 orang di Nigeria, berpindah dari hewan ke manusia, kemungkinan berasal dari pasar hewan di China. Walau tahu kabar itu, hanya sedikit pembeli dan penjual di Epe yang khawatir.
“Kami tidak takut karena virus corona tidak ada di dalam daging. Kami makan dagingnya, bahkan selama virus corona ini, dan kami tidak memiliki penyakit apa pun," kata penjual, Kunle Yusaf.
Ahli epidemiologi Universitas Cambridge, Dr Olivier Restif, menyerukan edukasi lebih menyeluruh tentang perdagangan dan kebersihan hewan yang aman. 'Kami sangat prihatin dengan risiko yang ditimbulkannya," katanya tentang pasar tempat hewan hidup disimpan dalam jarak dekat.
Tapi, Dr Restif memperingatkan bahwa hanya melarang pasar hewan itu dapat mendorong perdagangan dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Badan amal satwa liar, WWF Internasional, mengatakan, pandemi harus menjadi peringatan. Namun,dengan melihat perdagangan yang tetap ramai di Epe menggambarkan sikap yang tidak berubah meskipun hampir 800.000 orang terbunuh di seluruh dunia oleh virus corona.
Nigeria juga merupakan pusat perdagangan satwa liar ilegal ke Asia. Badan Penegakan Peraturan dan Standar Lingkungan Nasional Nigeria (NESREA) belum berkomentar tentang bukanya kembali pasar hewan liar tersebut.
WWF mengatakan tekanan ekonomi dari pandemi telah melemahkan anggaran konservasi di banyak negara. Pendiri Green Fingers Wildlife Conservation Initiative, sebuah suaka margasatwa dekat Epe, Chinedu Mogbo, berharap dapat mendorong warga Nigeria untuk mengurangi konsumsi daging hewan liar. Mereka perlu menghindari pengobatan tradisional berbasis hewan, yang dapat memicu penanganan hewan yang tidak higienis yang dapat membantu penularan virus.
"Saya yakin mereka akan lebih menghargai, datang dari dekat untuk melihat mereka," kata Mogbo.