REPUBLIKA.CO.ID, MIAMI -- Orang-orang Muslim yang ditahan oleh Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai Amerika Serikat (ICE) di Miami, Florida, kerap disajikan hidangan daging babi dan makanan halal kadaluarsa. Hal demikian diungkapkan oleh dua kelompok hak asasi manusia yang telah mengajukan surat keluhan atas nama para tahanan.
Muslim Advocates, Americans for Immigrant Justice dan the law firm King & Spalding LLP mengatakan dalam sebuah surat pada Selasa, bahwa sejak permulaan pandemi virus corona, Pusat Pemrosesan Layanan Krome yang dikelola ICE di Miami telah menyajikan makanan pra-lapis yang mencakup sosis babi, iga babi, dan hidangan babi lainnya untuk para tahanan Muslim.
"Karena makanan halal di fasilitas itu terus-menerus disajikan dalam keadaan rusak dan kadaluarsa, tahanan Muslim Krome harus memilih antara makan daging babi atau makan makanan busuk," kata Muslim Advocates dalam sebuah pernyataan pada Selasa, dilansir di Middle East Eye, Kamis (20/8).
Dalam surat tersebut dikatakan, setidaknya 2-3 kali dalam sepekan, makanan pra-lapis yang disajikan jelas termasuk daging babi. Akibatnya, 2-3 kali sepekan, tahanan Muslim di Krome dipaksa untuk memilih antara agama dan makanan.
"Tidak ada alasan, bahkan dalam sebuah pandemi, bahwa para tahanan Muslim tidak dapat menerima makanan halal yang belum kadaluarsa, murni, atau, paling tidak, makanan yang telah disiapkan sebelumnya yang tidak mengharuskan mereka untuk makan daging babi," demikian pernyataan surat tersebut.
Menurut kelompok tersebut, para tahanan jatuh sakit karena makanan halal yang dikemas sebelumnya, mulai dari sakit perut, muntah, dan diare. Kelompok-kelompok itu lantas menuntut agar ICE dan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS) segera berhenti memaksa para tahanan Muslim untuk memilih antara makan daging babi atau daging halal yang busuk.
Para tahanan dilaporkan meminta bantuan imam di penjara dalam masalah tersebut. Tetapi, dikatakan bahwa imam itu justru menjawab tanpa perasaan, dan mengatakan kepada mereka bahwa itu adalah memang apa adanya.
Sementara itu, ICE belum menanggapi permintaan komentar Middle East Eye hingga saat artikel ini diterbitkan. Insiden itu adalah salah satu dari banyak laporan serupa yang dilaporkan di Amerika Serikat. Para tahanan di fasilitas negara bagian dan federal di seluruh negeri mengajukan beberapa keluhan mengenai Muslim yang disajikan makanan daging babi.
Kelompok advokat itu mengatakan, pengadilan federal telah mengungkapkan bahwa menyajikan makanan religius yang kadaluarsa kepada narapidana, seperti yang diberikan kepada tahanan Muslim Krome, secara substansial membebani hak latihan bebas Amandemen Pertama mereka. Sebab, narapidana memiliki hak atas makanan yang sesuai agama yang menopang mereka dalam kesehatan yang baik.
Menurut preseden pengadilan, memberikan makanan kadaluarsa kepada narapidana juga melanggar Amandemen Kedelapan, yang mengharuskan petugas penjara menyediakan kebutuhan dasar hidup bagi tahanan, termasuk makanan yang dapat dimakan.
Dari 163 kasus kebebasan beragama yang diajukan oleh umat Islam di Pengadilan Federal antara Oktober 2017 dan Januari 2019, 64 di antaranya adalah pengaduan yang dibuat tentang kebutuhan makanan. Kasus-kasus tersebut berhubungan dengan narapidana yang termasuk dalam lingkup biro penjara negara bagian dan federal, bukan DHS atau ICE.
Tidak jelas berapa banyak Muslim yang saat ini ditahan di tahanan ICE, tetapi saat ini ada lebih dari 80.000 Muslim di penjara AS. Orang kulit hitam Amerika merupakan bagian yang sangat tidak proporsional dari populasi penjara AS, serta populasi narapidana Muslim.
Sumber: