REPUBLIKA.CO.ID, BAMAKO -- Para pemimpin Afrika Barat meningkatkan tekanan terhadap pemimpin pemberontakan yang berkuasa di Mali pada Kamis (20/8) malam. Mereka meminta untuk mengizinkan Presiden yang digulingkan, Ibrahim Boubacar Keita, kembali ke tampuk kekuasaan.
Kepala negara dari Masyarakat Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS) menyerukan mobilisasi pasukan militer regional yang siaga. Mereka mengatakan Keita harus diizinkan untuk menuntaskan pemerintahan tiga tahun yang tersisa dalam masa jabatannya. Mereka memperingatkan bahwa junta bertanggung jawab atas keselamatan Keita dan semua pejabat pemerintah yang ditahan.
ECOWAS sebelumnya menggunakan potensi penggunaan kekuatan militer siaga pada 2017. Pasukan itu akan kembali diturunkan setelah Presiden Gambia saat itu, Yahya Jammeh, menolak untuk mengakui kekalahan dalam pemilihan. Jammeh akhirnya setuju untuk pergi ke pengasingan dan tidak ada tindakan militer yang diambil.
Blok Afrika Barat itu mengatakan akan segera mengirim delegasi ke Bamako untuk mencoba membantu memulihkan ketertiban konstitusi. Blok tersebut telah menangguhkan keanggotaan Mali, menutup perbatasannya dengan negara dan menjanjikan sanksi keuangan lainnya terhadap para pemimpin junta.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Prancis juga mendesak kembalinya tatanan konstitusional di Mali, di tengah kekhawatiran bahwa milisi dapat muncul kembali dalam pergolakan politik. Kondisi itu sangat mengkhawatirkan karena bisa menggagalkan upaya lebih dari tujuh tahun untuk menstabilkan negara.
Presiden Prancis Emmanuel Macron kembali mengutuk kudeta terhadap seorang presiden yang dipilih secara demokratis oleh rakyat. "Kami memintanya untuk dibebaskan secepat mungkin, dan tidak ada kekerasan yang dilakukan," kata Macron.
Pemberontak di balik kudeta militer 18 Agustus mengatakan, Keita hanya ditahan di barak militer untuk perlindungannya sendiri. Mereka membantah bahwa dia telah digulingkan sejak awal.
"Tidak ada kudeta karena tatanan konstitusional masih berlaku," kata juru bicara junta, Ismael Wague.
Wague menyatakan, presiden Mali dikalim mengundurkan diri sendiri setelah membuat analisis situasi negara. Keita terakhir kali terlihat saat melakukan siaran di ORTM untuk mengumumkan pengunduran dirinya dan pembubaran pemerintahannya dan Majelis Nasional.
Pidato pengunduran diri datang hanya beberapa jam setelah tentara pemberontak mengepung rumahnya. Kelompok itu melepaskan tembakan ke udara sebelum menahannya bersama perdana menteri.