Jumat 21 Aug 2020 13:39 WIB

Jepang akan Perlonggar Pembatasan Masuk Orang Asing

Kasus Covid-19 di Jepang dilaporkan kembali tinggi.

 Turis mengenakan masker berfoto dengan latar logo Olimpiade di Odaiba, Tokyo, Jepang (ilustrasi).
Foto: AP
Turis mengenakan masker berfoto dengan latar logo Olimpiade di Odaiba, Tokyo, Jepang (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang berencana memperlonggar pembatasan masuk warga negara asing dengan visa penduduk mulai bulan depan di tengah pandemi Covid-19. Hal tersebut dilakukan setelah adanya protes atas kesulitan ekonomi yang ditimbulkan oleh tindakan pembatasan masuk itu.

Pemegang visa termasuk penduduk tetap dan siswa pertukaran diizinkan masuk kembali ke Jepang dengan syarat mereka menjalani tes virus corona dan karantina selama 14 hari. Kebijakan yang sama yang sekarang berlaku untuk warga negara Jepang yang memasuki kembali negara itu, NHK melaporkan pada hari Jumat (21/8).

Baca Juga

Asosiasi Kedokteran Jepang memperingatkan pihak berwenang mengenai pembukaan kembali perjalanan domestik di negara itu, khususnya dalam masa liburan Obon (liburan tradisi, 13-16 Agustus 2020), mengingat kasus Covid-19 yang kembali tinggi.

Ketua asosiasi, Toshio Nakagawa, meminta pemerintah regional mengambil sikap independen dan memutuskan sendiri apakah wilayah mereka memerlukan pembatasan perjalanan untuk menahan laju penyebaran infeksi virus corona.

"Perintah (terkait aturan perjalanan domestik) mestinya tidak dikeluarkan secara seragam oleh pemerintah nasional, melainkan diatur di tingkat prefektur dengan sejumlah pihak berwenang untuk mengendalikan situasi di wilayahnya," kata Nakagawa pada Rabu.

Selain hal itu, Nakagawa juga menyerukan pemerintah menyediakan fasilitas pengujian deteksi virus yang lebih meluas serta mendorong masyarakat untuk menahan diri selama masa liburan ini.

Beberapa pekan terakhir, Jepang kembali mencatatkan lonjakan kasus Covid-19, yang bukan hanya terjadi di Ibu Kota Tokyo, namun juga sejumlah kota lain. Jumlah kasus secara akumulatif sejauh ini hampir 40.000 kasus.

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement