REPUBLIKA.CO.ID, PORT MORESBY -- Otoritas Papua Nugini melarang masuknya sejumlah pekerja tambang China karena dikhawatirkan sedang menjalani uji coba vaksinasi Covid-19 yang belum terbukti. Beberapa pekerja China itu datang dari negaranya melalui jalur penerbangan untuk bertugas di wilayah tambang Ramu Nickel di Provinsi Madang.
Pemilik tambang Ramu NiCo, yang dijalankan oleh perusahaan milik China itu, dilaporkan mengeluarkan pernyataan resmi kepada Departemen Kesehatan Nasional PNG. Dia menyampaikan bahwa 48 stafnya telah divaksinasi dengan vaksin Sars-Cov-2 pada 10 Agustus.
Kepala Otoritas Papua Nugini untuk pengendalian pandemi Covid-19, David Manning, mengatakan, pemerintah tidak diberi informasi tentang uji coba vaksinasi itu. Pihaknya juga melarang penerbangan dari China memasuki negaranya.
"Mengingat kurangnya informasi, tentang apa uji coba ini dan risiko atau ancaman apa yang mungkin ditimbulkan kepada orang-orang kami jika mereka datang ke negara ini, saya membatalkan penerbangan itu kemarin untuk memastikan bahwa kami terus bertindak dengan sebaik-baiknya, untuk kepentingan rakyat kami dan negara kami," kata dia dilansir di The Guardian, Jumat (21/8).
Manning melanjutkan, kebijakan yang diambil ini sampai pemerintah China melalui Kedutaan Besar China di Port Moresby memberikan informasi lebih lanjut soal itu.
Manning pun telah menulis surat kepada duta besar China di Port Moresby dan kepada Ramu Nickel, untuk meminta klarifikasi tentang uji coba vaksinasi. Papua Nugini juga telah menerapkan langkah baru di bawah undang-undang pandemi nasional yang melarang uji coba vaksin di dalam negeri dan penyediaan vaksinasi yang tidak disetujui kepada siapa pun di negaranya.
Dengan demikian, siapa pun yang tiba di Papua Nugini dan mengaku telah menerima vaksin di luar negeri tetap tidak akan bebas dari karantina dan pengujian ketat negara tersebut. Hingga saat ini tidak ada vaksin Covid-19 yang diakui. Tetapi sejumlah perusahaan China menjadi bagian yang mengembangkan vaksin tersebut.
Delapan dari 21 vaksin yang diidentifikasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan sedang menjalani uji klinis kini tengah dikembangkan oleh perusahaan China. China pun telah menyetujui uji coba terhadap karyawan perusahaan milik negara, karyawan yang bepergian ke luar negeri, dan personel militer.