Sabtu 22 Aug 2020 04:55 WIB

Niat Puasa Asyura dan Sejarah Pelaksanaannya

Puasa Asyura adalah puasa sunnah yang kerap dilakukan pada setiap 10 Muharram.

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah
Niat Puasa Asyura dan Sejarah Pelaksanaannya. Ilustrasi
Foto: Pxhere
Niat Puasa Asyura dan Sejarah Pelaksanaannya. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puasa Asyura adalah puasa sunnah yang kerap dilakukan pada setiap 10 Muharram. Kedudukan puasa Asyura ini nomor dua setelah puasa Ramadhan.

Menurut Ustadz Ahmad Sarwat, puasa 10 Muharram kerap dilakukan oleh kaum Yahudi untuk memperingati peristiwa ketika Nabi Musa As diselamatkan Allah SWT dari kejaran Raja Fir'aun. Kaum Yahudi menjadikan 10 Muharram sebagai hari raya.

Baca Juga

Pada saat Nabi hijrah ke Madinah, umat Islam belum diperintahkan untuk melakukan puasa Ramadhan. Sehingga Nabi menganjurkan umatnya melakukan puasa Asyura tersebut.

Karena pada saat itu turun surat Al-Baqarah ayat 183.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

"Para mufasir mengatakan bahwa, 'sebagaimana diwajibkan kepada umat sebelum kamu' ya tanggal 10 Muharram itu. Jadi Nabi waktu itu puasanya yang fardlu bukan Ramadhan tapi 10 Muharram, mengikuti puasa umat terdahulu yaitu puasanya orang yahudi," kata Ustadz Sarwat.

Akan tetapi, setelah datang perintah puasa Ramadhan, maka Nabi tidak lagi mewajibkan puasa asyura tersebut dan Nabi juga tidak melarangnya. Nilai puasa Asyura turun menjadi sunnah.

"Diturunkan nilainya dari tadinya puasa wajib menjadi puasa sunnah. Yang wajibnya sudah ada yaitu ramadhan," katanya.

Dikutip dari Buku Pintar Puasa Wajib dan Puasa Sunnah karya Nur Sholikhin, Rasulullah SAW selalu menjalankan puasa Asyura. Kurang lebih setahun sebelum wafat, Rasulullah pernah bersabda bahwa jikalau masih diberikan umur tahun depan, beliau akan berpuasa tanggal sembilan (Muharram), agar membedakan dari puasa orang Yahudi. 

Para ulama berpendapat Rasulullah SAW ingin memindahkan puasa tanggal 10 ke tanggal 9 Muharram, Rasulullah juga ingin menggabungkan keduanya dalam pelaksanaan puasa Asyura. Tetapi, Rasulullah wafat sebelum itu terjadi. Oleh karenanya, hal yang paling dibenarkan adalah berpuasa pada kedua hari tersebut sekaligus, yaitu 9 dan 10 Muharram.

Imam Syaukani dan Ibnu Hajar mengatakan puasa Asyura memiliki tingkatan. Tingkatan pertama adalah berpuasa di hari ke-10, tingkatan kedua puasa di hari ke-9 dan ke-10, sedangkan tingkatan ketiga adalah puasa di hari ke-9, 10, dan 11 bulan Muharram.

Dari pendapat tersebut, sebagian ulama menganggap tata cara dan tuntunan segala jenis puasa bahwa puasa bulan Muharram terdiri atas 9, 10, dan 11 Muharram. Rasulullah Saw. bersabda: "Puasalah pada hari Asyura (10 Muharram), dan selisilah Yahudi. Puasalah pada hari sebelum atau sesudahnya. (HR. Bukhari).

Hadits tersebut memberikan gambaran untuk menjalankan puasa Asyura sebanyak tiga hari. Sebab, dikhawatirkan terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal 10 Muharram, sehingga harus disertakan pula tanggal 9 dan 11 Muharram. Dengan menjalankan puasa tiga hari, puasa Asyura terpenuhi dengan baik.

Adapun niat puasa 'Asyura ialah sebagai berikut.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ ِعَا شُورَاء لِلهِ تَعَالَى

"Saya berniat puasa hari 'Asyura sunnah karena Allah SWT."

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement