REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Nasional (FH Unas) Jakarta, Ismaillah Rumadhan, menyatakan, birokrasi penanaman modal akan lebih sederhana dan terpusat dengan RUU Ciptaker.
"Salah satu upaya untuk mendukung kemudahan investasi dan bisnis di Indonesia, pemerintah tentu memangkas regulasi yang memberikan kewenangan kepada banyak lembaga maupun daerah terkait dengan perizinan," ujar pria yang disapa Ismail itu, Sabtu (22/8).
Sebagai contoh, Ismail menyebut proses pengajuan sengketa di pengadilan. Mahkamah Agung (MA) telah menyesuaikan sarana penyelesaian sengketa yang sederhana, cepat, dan biaya murah melalu penerapan e-court atau layanan pendaftaran perkaran hingga pemanggilan secara daring (online).
"Dengan demikian, birokrasi yang sederhana dan penyelesaian sengketa yang mudah dan cepat tentu akan berdampak positif terhadap peningkatan investasi," kata akademisi yang pernah menjadi dekan Fakultas Hukum Unas ini.
Sebagai informasi, RUU Ciptaker disusun dengan cara omnibus law (sapu jagat) atau undang-undang yang mengatur dan mencakup berbagai jenis materi muatan yang berbeda-beda. Keberadaannya mengamandemen beberapa undang-undang sekaligus.
Sementara, DPR tengah membentuk Tim Perumus RUU Ciptaker guna mengakomodasi aspirasi kelompok buruh. Tim melibatkan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Ismail mengapresiasi langkah legislatif itu. Alasannya, sudah semestinya DPR memperhatikan asas-asas perumusan suatu undang-undang dengan lebih banyak melibatkan partisipasi publik. "Agar RUU tersebut dapat diterima oleh semua kalangan."
Sehingga, muatannya tak pro pengusaha semata dan malah mengabaikan kesejahteraan buruh serta lingkungan. Jika demikian, berpotensi besar digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Jika RUU tersebut melanggar hak-hak dasar warga negara," katanya.