Ahad 23 Aug 2020 06:52 WIB

Pemerintah Fokus Target Subtitusi Impor 35 Persen pada 2022

Industri target substitusi impor di antaranya mesin, kimia, logam, dan elektronik

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Aktivitas industri (ilustrasi). Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus menjalankan strategi pencapaian target substitusi impor hingga 35 persen pada 2022 sebagai langkah pemulihan ekonomi nasional.
Aktivitas industri (ilustrasi). Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus menjalankan strategi pencapaian target substitusi impor hingga 35 persen pada 2022 sebagai langkah pemulihan ekonomi nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus menjalankan strategi pencapaian target substitusi impor hingga 35 persen pada 2022 sebagai langkah pemulihan ekonomi nasional. Guna mewujudkan sasaran tersebut, kementerian meningkatkan investasi baru, mengimplementasi peta jalan Making Indonesia 4.0, serta mengoptimalisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).

“Kondisi pandemi Covid-19 membuat kita menyadari perlunya pendalaman struktur industri. Sehingga perlu upaya tepat untuk mengatasi ketergantungan impor,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam Rapat Koordinasi Tingkat Menteri Bidang Ekonomi di Bali, akhir pekan kemarin.

Baca Juga

Dalam hal ini, Kemenperin akan berkolaborasi dengan para stakeholder atau kementerian dan lembaga terkait demi menyusun kebijakan dan peraturan dalam membangun ekosistem industri kondusif. Dengan begitu meningkatkan kemandirian sektor manufaktur dalam negeri. Kementerian, kata Agus, telah memetakan berbagai sektor yang perlu dipacu dalam target substitusi impor tersebut, di antaranya industri mesin, kimia, logam, elektronik, dan kendaraan bermotor. 

“Langkah ini dijalankan secara simultan melalui upaya peningkatan utilisasi produksi seluruh sektor industri pengolahan dengan target hingga mencapai 85 persen pada 2022,” jelasnya.

Meski begitu, Agus menekankan, pihaknya tidak antiimpor. Artinya, selama produk belum bisa dihasilkan oleh industri di dalam negeri, seperti bahan baku dan barang modal, maka masih boleh dipasok dari luar negeri.

“Jadi industri yang menghasilkan substitusi impor ini yang akan kami dorong tumbuh. Kami proaktif menarik investasi baru di sektor-sektor tersebut,” ujar dia. 

Investasi baru akan memacu kebijakan hilirisasi di sektor industri sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam yang ada di dalam negeri. 

Lebih lanjut, penurunan impor diharapkan berpengaruh pada peningkatan produksi pada 2020 sampai 2022. Dari simulasi yang telah dilakukan oleh Kemenperin, penurunan impor sebesar 35 persen pada 2022 dapat meningkatkan produksi hingga 12,89 persen. 

Dampak positif dari substitusi impor di sektor industri tersebut, lanjut dia, di antaranya adanya penyerapan tenaga kerja, terutama bagi mereka yang sebelumnya terdampak PHK. Kemudian peningkatan kemampuan belanja dalam negeri dengan semakin bertambahnya tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dari sebuah produk yang dihasilkan sektor industri. 

“Berikutnya, peningkatan pasar ekspor bagi produk industri dalam negeri. Dengan pendalaman struktur industri sehingga kita tidak lagi bergantung pada negara lain,” ujar Menperin.

Adapun instrumen pengendalian impor dalam rangka mendukung program substitusi impor 35 persen pada 2022, meliputi larangan terbatas, pemberlakuan pre-shipment inspection, pengaturan entry point pelabuhan untuk komoditas tertentu ke luar pulau Jawa, pembenahan LSPro, serta mengembalikan dari pemeriksaan post-border ke border dan rasionalisasi Pusat Logistik Berikat. Berikutnya, menaikkan tarif Most Favored Nation untuk komoditas strategis, menaikkan implementasi trade remedies (safeguard, antidumping, countervailing duty), SNI wajib atau technical barrier to trade, serta penerapan P3DN secara tegas dan konsisten.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement