REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekolah Cikal akan menghibahkan hak atas merek 'Merdeka Belajar' yang dimilikinya kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pengalihan hak atas merek ini diharapkan mengakhiri polemik penggunaan kata Merdeka Belajar.
“Atas masukan berbagai pihak, sekarang kami memperkuat surat pernyataan itu dengan keputusan menghibahkan hak atas merek Merdeka Belajar ke Kemendikbud,” kata pendiri Sekolah Cikal Najelaa Shihab saat dihubungi Republika, Ahad (23/8).
Najeela mengatakan, Sekolah Cikal dan siapapun masih bisa menggunakan 'Merdeka Belajar' untuk kepentingan pendidikan sesuai ketentuan yang berlaku tanpa kompensasi apapun. Najeela menerangkan, penggunaan Merdeka Belajar sejak 2015 dimaksudkan untuk menggerakkan perubahan pendidikan dan telah dipraktikkan dalam kurikulum, pelatihan dan publikasi Yayasan Guru Belajar.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim pada akhir tahun lalu mengumumkan nama 'Merdeka Belajar' sebagai payung besar kebijakan pendidikan nasional. Belakangan, penggunaan 'Merdeka Belajar' oleh Kemendikbud dipertanyakan oleh sejumlah pihak karena sudah sejak lama didaftarkan sebagai merek oleh Sekolah Cikal.
Para pihak ingin memastikan bahwa penggunaan 'Merdeka Belajar' tidak akan menimbulkan implikasi hukum di kemudian hari. Kala itu, Sekolah Cikal sudah menegaskan tidak ada kompensasi apapun untuk penggunaan merek atas jasa dan barang Merdeka Belajar oleh Kemendikbud dan untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Dirintis sejak 2004
Menurut Najelaa, sejak 2004 atau lima tahun setelah pendirian Cikal, sekolah sudah bercita-cita untuk mewujudkan pelajar merdeka yang berkomitmen, mandiri, dan reflektif. Pada 2014, Kampus Guru Cikal mengembangkan Merdeka Belajar sebagai karakteristik ekosistem sekolah.
Inti dari karateristik ini, yakni gerakan pendidikan yang meningkatkan kompetensi, kolaborasi dan inovasi semua pemangku kepentingan, mulai dari guru, orang tua, komunitas dan organisasi. Merdeka Belajar terinspirasi dari pemikiran sejumlah tokoh, di antaranya Ki Hadjar Dewantara, Rahmah Al Yunusiah (tokoh pendidikan pendiri Sekolah Diniyah Putri) dan Barry Zimmerman (peneliti pendidikan yang dikenal dengan teorinya tentang belajar mandiri/ self- regulated learning).
"Konsep Merdeka Belajar diwujudkan dalam bentuk pengembangan guru penggerak dan komunitas guru belajar yang berdaya di ratusan kabupaten/kota, maupun publikasi praktik baik yang dilakukan di lapangan," ujarnya.
Merdeka Belajar juga selalu digaungkan di setiap Temu Pendidik Nusantara dan Temu Pendidikan Daerah dan Regional yang diselenggarakan selama 6 tahun terakhir. Cikal juga menerbitkan buku Merdeka Belajar di Ruang Kelas (2017) serta surat kabar Guru Belajar secara rutin sejak 2015 hingga saat ini untuk menyebarluaskan konsep Merdeka Belajar sesuai paradigma dan cara yang dilakukan oleh Komunitas Guru Belajar dan Jaringan Sekolah Merdeka Belajar di penjuru Nusantara.
Pada 1 Maret 2018, Sekolah Cikal mendaftarkan hak atas merek Merdeka Belajar ke Ditjen HKI Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Hal ini sebagai upaya mencatatkan dan melindungi keberlangsungan upaya-upaya yang telah dilakukan selama ini.
Pendaftaran disetujui oleh Kemenkumham pada 2020. “Kami mendaftarkan hak atas merek Merdeka Belajar, bukan hak paten. Sejak awal, kami tidak bermaksud untuk mencari keuntungan komersial," katanya.
Karena itu, Najeela mengatakan, Sekolah Cikal tidak pernah mempersoalkan penggunaan Merdeka Belajar untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.