REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry menyoroti kasus kebakaran Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung). Dia berharap, kebakaran itu tidak menghambat penuntasan sejumlah kasus besar yang sedang ditangani.
“Saya harap, hal ini, tidak menyurutkan kerja-kerja kejaksaan dalam mengusut kasus-kasus besar serperti Jiwasraya, Djoko Tjandra, dan Bea Cukai,” kata Herman kepada wartawan, Senin (24/8).
Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan, di tengah-tengah kerja Kejaksaan dalam mengusut kasus-kasus mega korupsi, wajar apabila muncul spekulasi-spekulasi di tengah publik terkait kejadian kebakaran ini.
Untuk itu, Herman mendorong, Kejagung bersama aparat kepolisian untuk membentuk tim khusus (Timsus) untuk mengungkap insiden kebakaran itu secara transparan dan profesional. Dia pun mendorong Jaksa Agung untuk membuat tim khusus bersama dengan Kepolisian untuk mengungkap kejadian ini.
Selain itu, Kejagung juga harus melakukan inventarisir terhadap segala sarana prasarana sekaligus data-data yang berhubungan dengan perkara yang ikut terbakar dalam kejadian ini.
Komisi III DPR, kata Herman, tentunya akan mendukung penuh keluarga besar Kejaksaan untuk segera bangkit dari musibah tersebut. “Jaksa Agung harus memastikan bahwa musibah ini tidak boleh menghambat kinerja Kejaksaan Agung,” kata Herman.
Diketahui, Kantor Kejagung terbakar pada Sabtu (22/8) sekitar pukul 19.10 WIB. Kebakaran itu terjadi di Gedung Kejagung yang beralamat di Jalan Sultan Hasanudin Dalam, Kelurahan Kramat Pela, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kebakaran diketahui berasal dari lantai enam yang merupakan bagian kepegawaian, dan meluas hingga api melalap seluruh gedung.
Adapun sejumlah kasus mega korupsi yang sedang ditangani Kejagung saat ini adalah, pertama kasus Jiwasraya. Kejagung telah menetapkan enam tersangka, yaitu Benny Tjokro, Komisaris PT Hanson International Tbk; Heru Hidayat, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (Tram); Hendrisman Rahim, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero); Hary Prasetyo, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero); Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero); serta terakhir Direktur PT Maxima Integra bernama Joko Hartono Tirto.
Kedua, terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra yang sempat menjadi buron sebelum ditangkap oleh Bareskrim Polri dan penyidik dari Kejaksaan. Kaburnya Djoko Tjandra ternyata melibatkan sejumlah pihak di pusaran Kejagung dan sejumlah peringgi Polri.
Salah satunya adalah Jaksa Pinangki. Saat ini jaksa Pinangki dicopot dari jabatan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan, kini Jaksa Pinangki ditahan karena diduga menerima suap dari Djoko Tjandra, dan Kejagung sedang menyelidiki hal itu.
Ketiga, Kejagung juga mengusut kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari PT Danareksa Sekuritas ke PT Evio Sekuritas tahun 2014-2015. Dalam kasus ini 3 orang sudah ditetapkan tersangka terkait tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pembiayaan.
Lalu ada juga kasus dugaan korupsi importasi tekstil pada Dirjen Bea dan Cukai pada 2018-2020. Dalam kasus ini Kejagung menetapkan lima tersangka terkait kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam importasi tekstil pada Dirjen Bea dan Cukai 2018-2020.
Keempat tersangka merupakan pejabat di Bea-Cukai Batam dan satu lagi berlatar belakang pengusaha. Kejagung menyebut kerugian perekonomian negara atas kasus ini mencapai Rp 1,6 triliun.