REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Haura Hafizhah, Arif Satrio Nugroho, Dian Fath Risalah
Kebakaran di gedung Kejaksaan Agung (Kejakgung) Sabtu (22/8) malam menimbulkan sejumlah prasangka. Salah satunya adalah kesengajaan menghilangkan berkas perkara.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan, data intelijen yang dimiliki Jaksa Agung Muda (JAM) Bidang Intelijen Kejakgung memang banyak. Namun, data yang sudah digunakan di dalam berkas perkara untuk perkara yang sedang berjalan sudah tidak berada di ruangan tersebut.
"Tentu saja sejauh pengetahuan kita semua di intelijen ada banyak data," jelas Mahfud saat memberikan keterangan pers kepada media, Ahad (23/8) malam.
Ruangan JAM Bidang Intelijen merupakan bagian yang ikut terbakar di Gedung Utama Kejakgung. Menurut Mahfud, data-data intelijen yang dibutuhkan untuk penyidikan semestinya tidak berada di ruangan tersebut karena sudah masuk ke dalam berkas perkara.
"Kalau perkara sudah ditangani, biasanya data intelijen itu menjadi data perkara dan kalau sudah masuk menjadi data atau berkas perkara, itu sudah masuk ke ruang penyidikan. Ke ruang Jampidsus atau Jampidum yang melakukan penyidikan," jelas dia.
Mahfud MD mengatakan telah membentuk posko bersama yang dikomandoi oleh Kabareskrim Polri dan Jampidum. Pembentukan posko bersama itu bertujuan untuk menyelidiki penyebab dari kebakaran.
Mahfud MD meminta masyarakat tidak berspekulasi terlalu jauh terkait penyebab kebakaran besar yang melanda Kejakgung. Ia meminta masyarakat menunggu proses terkait penanganan dan perkembangan kasus kebakaran.
"Pemerintah tidak membuat dugaan yang mengaitkan dengan kasus-kasus tertentu karena itu kan sifatnya spekulatif. Oleh sebab itu, ditunggu saja prosesnya," katanya.
Kejakgung sendiri sudah memastikan berkas perkara dalam keadaan aman dari kejadian kebakaran besar. Namun, Ketua Komisi Kejaksaan, Barita Simanjuntak, justru mengkawatirkan berkas-berkas yang ada di ruangan yang terbakar di Gedung Utama Kejakgung.
“Jadi sebenarnya itu kekhawatiran karena di gedung itu kan ruang kerja Jaksa Agung Muda Intelijen dan ruang kerja Jaksa Agung Muda Pembinaan, ruang kerja Jaksa Agung, dan ruang kerja Wakil Jaksa Agung,” ungkap Barita, Ahad (23/8).
Misalnya, pada ruangan-ruangan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen yang terbakar, ia khawatir dengan dokumen terkait sarana informasi data intelijen. Sementara pada Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan, biro-biro yang menempati gedung utama, yakni Biro Umum, Perlengkapan, Keuangan, Kepegawaian, dan Perencanaan.
Barita menjelaskan, ia khawatir pada dokumen kepegawaian, SDM, dan keuangan, pada ruangan di biro-biro tersebut. Selain itu, Jaksa Pinangki Sirna Malasari diketahui bekerja di Biro Perencanaan pada Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan.
Secara umum, dia berharap, data kepegawaian maupun data terkait penyelidikan bisa diamankan sebelum terbakar. Setidak-tidaknya, kata dia, harus ada sistem pendukung atau data cadangan berbasis IT yang telah diamankan sebelumnya.
“Kalau itu berbasis IT, tentu sudah disiapkan servernya untuk pengamanannya. Itulah sebabnya kita harapkan emergency planning dari kejaksaan itu bisa dengan cepat untuk me-recovery keadaan,” ungkap dia.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan lantai 3 dan 4 gedung utama digunakan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen, sedangkan lantai 5 sampai 6 digunakan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan.
Sementara jaksa agung muda lainnya menempati gedung yang berbeda. Misalnya, Jaksa Agung Muda Bidang Bidang Tindak Pidana Khusus yang menangani kasus-kasus korupsi menempati gedung bundar.
Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo mengatakan akan bergerak cepat menginstruksikan jajarannya menyelidiki dan mengusut penyebab terjadinya kebakaran di Kejakgung. Saat ini sudah ada 19 saksi yang diperiksa terkait hal tersebut.
"Kami sudah melakukan pemeriksaan ke sejumlah saksi yang dianggap mengetahui peristiwa kebakaran di Kejagung. Ada 19 orang yang diperiksa sebagai saksi," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Senin (24/8).
Kemudian, ia melanjutkan saksi-saksi yang diperiksa itu diantaranya berasal dari pihak keamanan atau Pamdal di gedung Kejakgung, tukang dan pihak dari Kejakgung. Selain memeriksa saksi, ia menambahkan pihaknya juga telah mengerahkan tim Puslabfor Polri untuk mencari tahu apa penyebab terjadinya kebakaran tersebut.
Penyelidikan penyebab kebakaran ini sendiri akan berjalan secara profesional dan transparan. Oleh sebab itu, masyarakat diminta tidak berspekulasi dan ikut mengawasi proses pengungkapan penyebab kebakaran tersebut.
"Telah dibentuk posko bersama dalam rangka usut dan penyelidikan penyebab terjadinya kebakaran, mulai dari mengumpulkan dan memeriksa saksi-saksi serta menurunkan tim dari puslabfor untuk mendalami penyebab terjadinya kebakaran. Semoga bisa cepat terungkap," kata dia.
Wakil Ketua Komisi III (Hukum) DPR RI Ahmad Sahroni berharap kejadian kebakaran tak membuat konsentrasi lembaga penuntut itu pecah. Ia berharap, Kejakgung tetap fokus pada kerja-kerjanya.
Sahroni mengatakan, penyebab dari kebakaran yang menghancurkan hampir seluruh gedung depan Kejagung yang terletak di Blok M, Jakarta Selatan itu memunculkan banyak spekulasi. Salah satunya adalah dugaan sabotase atas kasus-kasus tertantu yang tengah ditangani oleh Kejagung. Sahroni pun menegaskan apapun penyebabnya, Kejakgung harus tetap berkomitmen dan fokus.
“Apapun penyebab kebakarannya, kecelakaan ataupun sabotase, kejaksaan agung tidak boleh pecah konsentrasi dan keberaniannya dalam bekerja memberantas kasus-kasus besar tingkat tinggi yang sudah mempermainkan dan merugikan negara,” ujar Sahroni.
Politikus asal Tanjung Priok itu juga menambahkan bahwa Kejakgung di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin harus tetap fokus dan berani dalam mengungkap kasus apapun yang dihadapinya. Ia mengingatkan kualitas utama Kejakgung harus ada pada personelnya, bukan gedungnya.
“Jadi Kejaksaan Agung dan Jaksa Agung semangatnya juga harus terbakar untuk mengungkap kasus besar yang tengah ditangani. Jangan terpecah konsentrasinya gara-gara hal ini,” kata politikus Nasdem itu.
Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry juga berharap kebakaran tidak menghambat penuntasan sejumlah kasus besar yang sedang ditangani. “Saya harap hal ini tidak menyurutkan kerja-kerja kejaksaan dalam mengusut kasus-kasus besar serperti Jiwasraya, Djoko Tjandra, Bea Cukai,” kata Herman kepada wartawan, Senin (24/8).
Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan, di tengah-tengah kerja Kejaksaan dalam mengusut kasus-kasus mega korupsi, wajar apabila muncul spekulasi-spekulasi di tengah publik terkait kejadian kebakaran ini.
Herman mendorong, Kejakgung bersama aparat kepolisian untuk membentuk tim khusus (Timsus) untuk mengungkap insiden kebakaran itu secara transparan dan profesional. Ia pun mendorong Jaksa Agung untuk membuat tim khusus bersama dengan Kepolisian untuk mengungkap kejadian ini.
Selain itu, lanjut Herman, Kejagung juga harus melakukan inventarisir terhadap segala sarana prasarana sekaligus data-data yang berhubungan dengan perkara yang ikut terbakar dalam kejadian ini.
Komisi III DPR, kata Herman, tentunya akan mendukung penuh keluarga besar Kejaksaan untuk segera bangkit dari musibah tersebut. “Jaksa Agung harus memastikan bahwa musibah ini tidak boleh menghambat kinerja Kejaksaan Agung,” kata Herman.
Kantor Kejakgung terbakar pada Sabtu (22/8) sekitar pukul 19.10 WIB. Kebakaran itu terjadi di Gedung Kejagung yang beralamat di Jalan Sultan Hasanudin Dalam, Kelurahan Kramat Pela, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Api baru berhasil dipadamkan pada Ahad (23/8) pagi.
Kebakaran diketahui berasal dari lantai enam yang merupakan bagian kepegawaian, dan meluas hingga api melalap seluruh gedung.
Saat ini sejumlah kasus mega korupsi sedang ditangani Kejagung. Yaitu, pertama kasus Jiwasraya. Kejagung telah menetapkan enam tersangka, yaitu Benny Tjokro, Komisaris PT Hanson International Tbk; Heru Hidayat, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (Tram); Hendrisman Rahim, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero); Hary Prasetyo, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero); Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero); serta terakhir Direktur PT Maxima Integra bernama Joko Hartono Tirto.
Kedua, terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra yang sempat menjadi buron sebelum ditangkap oleh Bareskrim Polri dan penyidik dari Kejaksaan. Kaburnya Djoko Tjandra ternyata melibatkan sejumlah pihak di pusaran Kejagung dan sejumlah peringgi Polri.
Salah satunya adalah Jaksa Pinangki. Saat ini jaksa Pinangki dicopot dari jabatan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan, kini Jaksa Pinangki ditahan karena diduga menerima suap dari Djoko Tjandra, dan Kejagung sedang menyelidiki hal itu.
Ketiga, Kejagung juga mengusut kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari PT Danareksa Sekuritas ke PT Evio Sekuritas tahun 2014-2015. Dalam kasus ini 3 orang sudah ditetapkan tersangka terkait tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pembiayaan.
Lalu ada juga kasus dugaan korupsi importasi tekstil pada Dirjen Bea dan Cukai pada 2018-2020. Dalam kasus ini Kejagung menetapkan lima tersangka terkait kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam importasi tekstil pada Dirjen Bea dan Cukai 2018-2020.
Keempat tersangka merupakan pejabat di Bea-Cukai Batam dan satu lagi berlatar belakang pengusaha. Kejagung menyebut kerugian perekonomian negara atas kasus ini mencapai Rp 1,6 triliun.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut serta mengusut penyebab kebakaran Kejakgung. ICW menilai, pengusutan oleh KPK penting untuk memastikan penyebab kebakaran tersebut.
"KPK penting ikut dalam pengusutan untuk memastikan apakah murni kecelakaan atau justru telah direncanakan pihak tertentu untuk menghilangkan berkas atau barang bukti yang tersimpan di Gedung Kejaksaan Agung, " kata kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
Terlebih, kata Kurnia, Kejaksaan Agung saat ini sedang menangani banyak kasus besar. "Bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang merencanakan untuk menghilangkan barang bukti yang tersimpan di gedung tersebut. Jika hal ini benar, maka KPK dapat menyangka oknum tersebut dengan Pasal 21 UU Tipikor tentang obstruction of justice atau upaya menghalang-halangi proses hukum dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara," ujar Kurnia.