REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bangkrut adalah kata yang menakutkan bagi seorang manusia. Namun, adakah cara agar selama berusaha di dunia dan akhirat kita tidak menjadi orang yang bangkrut? Nasihat Rasulullah untuk umat Islam agar tidak bangkrut pun menjadi peringkat pertama dari daftar lima berita teratas Republika.co.id pada Ahad (23/8).
Selain nasihat Nabi, ada juga kabar Megawati Soekarnoputri yang membuka HUT ke-22 PAN. Berikut top 5 news Republika.co.id pada Ahad, 23 Agustus 2020.
1. Nasihat Nabi Muhammad Agar Kita Tidak Bangkrut
Suatu ketika Nabi Muhammad SAW pernah bertanya kepada para sahabatnya, Tahukah kalian, siapakah orang yang muflis (orang yang bangkrut) itu? Karena tidak tahu apa yang dimaksud oleh Nabi, para sahabat pun menjawab, menurut kami, muflis itu adalah orang yang tidak mempunyai harta benda.”
Jawaban itu tentu bukan yang dimaksud oleh Nabi. Seraya meluruskan jawaban mereka, Nabi lalu menjelaskan bahwa yang muflis di antara umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa amal-amal shalat, puasa, dan zakat.
Namun ia pernah mencaci, menuduh zina, merampas harta, membunuh, dan memukul orang lain. Maka pahala kebajikan orang tersebut akan diberikan --sebagai tebusan-- kepada orang-orang yang dizaliminya itu. Dan, apabila kebajikannya sudah habis, sementara kesalahan-kesalahannya belum semua tertebus, dosa orang-orang tersebut akan ditimpakan kepada orang tadi. Kemudian, ia dilemparkan ke dalam neraka.” (HR Muslim). Itulah orang yang muflis!
Hadis dialogis tersebut sangat sarat dengan spirit muhasabah (audit diri). Pertama, penyebab kebangkrutan amal seseorang adalah kejahatan sosial, termasuk korupsi. Neraca kesalehan individual seseorang ketika ditimbang dengan kejahatan sosialnya ternyata lebih ringan sehingga seseorang menjadi ‘tekor’ dan akhirnya bangkrut.
Kedua, orang yang miskin harta belum tentu bangkrut di akhirat, sementara orang yang kaya harta belum jaminan beruntung di akhirat. Orang yang kaya harta boleh jadi muflis di akhirat jika hartanya diperoleh melalui cara-cara yang tidak halal, seperti korupsi. Jadi, koruptor itu pasti merugi, bahkan bangkrut secara moral, baik di dunia maupun akhirat.
Ketiga, muflis itu pasti merugi di akhirat karena neraca keburukan amalnya lebih berat daripada amal salehnya, kendatipun ia mengaku beriman. Karena itu, Alquran mengingatkan kepada kita bahwa agar tidak merugi, kita harus mengintegrasikan iman, ilmu, dan amal saleh, saling menasihati untuk menaati kebenaran dan menghiasi diri dengan kesabaran (QS Alashr [103]: 1-3). Beriman dan beramal saleh saja memang belum cukup karena seseorang terkadang dibuai oleh sifat takabur dan riya sehingga amal kebajikannya berkarat dan berkeropos.
Orang muflis mulanya merasa bangga dan takjub kepada dirinya bahwa ia telah shalat, puasa, zakat, haji, dan lainnya, tapi dalam waktu sama ia juga melakukan dosa-dosa sosial dan moral. Karena itu, muhasabah menjadi sangat penting dilakukan kapan pun, lebih-lebih pada akhir tahun, agar jangan sampai amal-amal saleh kita tergerogoti oleh dosa-dosa sosial dan moral sehingga menjadi bangkrut, bahkan tekor.
‘Umar bin al-Khattab ra pernah berpesan: Hitunglah [amalan] dirimu, sebelum engkau dihitung [oleh Allah]”. Yang paling tahu neraca amal baik-buruk adalah diri kita sendiri dan Allah SWT. Dengan audit diri (muhasabah), kita dapat memosisikan diri sebagai hamba Allah yang merasa serbatidak sempurna sehingga kita terpacu untuk istikamah meningkatkan kualitas dan kuantitas amal ibadah kita kepada Allah.
Baca berita selengkapnya di sini
2. Karbala, Saksi Kegetiran Keluarga Nabi Muhammad
BAGHDAD -- Menyebut nama Karbala akan terlintas dalam benak tentang sebuah peristiwa yang sangat menyayat hati dan tragis dalam sejarah kehidupan umat Islam. Betapa tidak, salah seorang cucu Rasulullah SAW, yakni Husein bin Ali bin Abu Thalib, tewas terbunuh di wilayah ini. Bahkan dalam beberapa riwayat disebutkan, kepalanya sampai terpisah dari badannya.
Peristiwa itu telah terjadi lebih dari 1350 tahun silam, tepatnya tanggal 10 Muharram 61 H, atau 680 M. Husein bin Ali bin Abu Thalib oleh Muslim Syiah dianggap sebagai Imam ke-3. Syiah adalah satu kelompok dalam Islam yang sangat mencintai keluarga Rasulullah SAW. Dari wafatnya Husein inilah awal mula diselenggarakannya peringatan Hari Asyura (10 Muharram).
Ibnu Katsir dalam kitabnya Al-Bidayah wa an-Nihayah mengungkapkan, selama pemerintahan Mu’izz Al-Daulah dari Dinasti Buwaihiyah yang berhaluan Syiah, peringatan Asyura diselenggarakan di Baghdad (Irak). Pada peringatan itu, semua aktivitas perdagangan dihentikan.
Seluruh penduduk berkeliling kota sembari menangis, meratap, dan memukul kepala. Mereka berkeliling dengan menggenakan pakaian hitam. Bahkan, kaum perempuannya diharuskan berpenampilan kusut.
Baca berita selengkapnya di sini