REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Secara bahasa, kata Asyura dalam bahasa Arab bermakna sepuluh, sedangkan secara istilah, asyura adalah tanggal 10, khususnya di bulan Muharam. Dinamakan demikian, karena sejumlah peristiwa yang terjadi pada tanggal tersebut dan hadis Rasul SAW yang menganjurkan umat Islam untuk berpuasa sunah.
Sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah RA, bahwa berpuasa pada hari itu memiliki sejumlah keutamaan serta hadis yang diriwayatkan oleh Imam Baihaki. Barang siapa yang melapangkan keluarga dan familinya pada hari Asyura, niscaya Allah melapangkannya sepanjang tahun itu.” (HR al-Baihaki).
Fir’adi Nashruddin Abu Ja’far dalam artikelnya yang bertajuk Puasa Asyura mengungkapkan bahwa pada masa permulaan Islam kalangan ulama berbeda pendapat mengenai hukum berpuasa di hari Asyura ini. Namun, setelah disyariatkannya puasa Ramadhan, para ulama menyepakati hukum puasa di hari Asyura ini adalah sunah.
Abu Hanifah berpendapat bahwa pada awalnya diwajibkan kemudian dihapus. Sementara Imam Ahmad menyatakannya sebagai puasa sunah, begitu juga pendapat jumhur (mayoritas) ulama.
Rasulullah SAW tidak memerintahkan secara umum tentang puasa tersebut. Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya hari ini adalah hari Asyura, tidak diwajibkan kamu melakukan puasanya, tetapi saya berpuasa. Barang siapa yang ingin berpuasa, berpuasalah, dan barang siapa yang tidak ingin berpuasa, hendaklah ia berbuka (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis yang lain, Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya hari Asyura adalah termasuk hari-hari (yang dimuliakan) Allah. Barang siapa yang suka berpuasa, berpuasalah. (Muttafaq 'alaihi)
Ritual puasa pada tanggal 10 Muharam ini ternyata juga dilakukan oleh orang-orang Yahudi sebagai rasa syukur atas keselamatan yang mereka peroleh dengan ditenggelamkannya Firaun dan tentaranya di Laut Merah oleh Allah. Karenanya, untuk membedakan dengan ajaran orang-orang Yahudi, umat Islam disunahkan juga untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharam.
Dari Abu Musa al-Asy'ari RA, dia berkata, Hari Asyura itu diagungkan oleh orang Yahudi dan mereka menjadikan sebagai hari raya. Maka, Rasulullah SAW bersabda, Berpuasalah pada hari itu.” (Muttafaq alaihi).
Ibnu Taimiyah berkata: Disunahkan bagi yang berpuasa pada hari Asyura untuk berpuasa pada tanggal sembilannya karena hal tersebut adalah perintah Rasulullah SAW yang paling akhir.”
Keutamaan
Mengenai derajat keutamaan berpuasa di hari Asyura ini kalangan ulama memiliki pendapat yang berbeda. Sebagian ulama berpendapat derajat pertama dan yang paling utama adalah dengan melakukan puasa tiga hari, yaitu tanggal sembilan, sepuluh, dan sebelas Muharam.
Ada juga yang berpendapat derajat keutamaan ini adalah dengan berpuasa pada tanggal sembilan dan sepuluhnya saja sebagaimana diterangkan dalam hadis riwayat Muslim dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, Apabila (usia) ku sampai tahun depan, aku akan berpuasa pada (hari) ke sembilan.”
Sementara ada pula yang berpendapat, berpuasa hanya pada tanggal sepuluhnya. Namun, sebagian ulama memakruhkannya. Sebab, Nabi SAW memerintahkan umat Islam untuk membedakan kebiasaan Yahudi yang hanya berpuasa pada hari Asyura dengan umat Islam agar berpuasa pada hari ke sembilan atau hari ke sebelas secara beriringan dengan puasa pada hari ke sepuluh, atau ketiga-tiganya.
Para ulama menyebutkan bahwa puasa Asyura itu ada tiga tingkat: tingkat pertama, berpuasa selama tiga hari, yaitu hari ke sembilan, ke sepuluh dan ke sebelas. Tingkat kedua, berpuasa pada hari ke sembilan dan ke sepuluh. Tingkat ketiga, berpuasa hanya pada hari ke sepuluh.
Dalam kitab Shahih Muslim terdapat riwayat dari Abu Qatadah RA, bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang puasa Asyura, beliau bersabda: Puasa pada hari Asyura menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang lewat.”
Dari Aisyah RA, dia berkata, Hari Asyura adalah hari yang dipuasakan oleh orang-orang Quraisy pada masa jahiliyah, Rasulullah juga biasa mempuasakannya. Dan tatkala datang di Madinah, beliau berpuasa pada hari itu dan menyuruh orang-orang untuk turut berpuasa. Maka, tatkala diwajibkan puasa Ramadhan, beliau bersabda, ‘Siapa yang ingin berpuasa, hendaklah ia berpuasa dan siapa yang ingin meninggalkannya, hendaklah ia berbuka.” (Muttafaq alaihi).
Dari Abu Hurairah RA dia berkata, Rasulullah SAW ditanya, ‘Shalat apa yang lebih utama setelah shalat fardhu? Nabi menjawab, ‘Shalat di tengah malam’. Mereka bertanya lagi, ‘Puasa apa yang lebih utama setelah puasa Ramadhan?’ Nabi menjawab, ‘Puasa pada bulan Allah yang kamu namakan Muharram.” (HR Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud).
Puasa Muharram dan sangat dianjurkan pada tanggal 9 dan 10 (Tasu'a dan 'Asyura). Dari Muawiyah bin Abu Sufyan RA, dia berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Hari ini adalah hari Asyura dan kamu tidak diwajibkan berpuasa padanya. Sekarang, saya berpuasa, siapa yang mau, silakan puasa dan siapa yang tidak mau, silakan berbuka.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, Nabi SAW datang ke Madinah lalu beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura, Nabi bertanya, ‘Ada apa ini?’ Mereka menjawab, hari Asyura itu hari baik, hari Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa SAW dan Bani Israel dari musuh mereka sehingga Musa AS berpuasa pada hari itu. Kemudian, Nabi SAW bersabda, ‘Saya lebih berhak terhadap Musa daripada kamu,’ lalu Nabi SAW berpuasa pada hari itu dan menganjurkan orang agar berpuasa pada hari itu.” (Muttafaq alaihi).