REPUBLIKA.CO.ID, KEDIRI -- Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 diputuskan tetap digelar di tengah pandemik Covid-19. Kabupaten Kediri, Jawa Timur, menjadi salah satu dari 270 daerah di Indonesia yang akan menyelenggarakan Pilkada.
Geliat menyambut Pilkada 2020 sudah terasa sejak awal gawe tersebut diselenggarakan. Berbagai nama santer muncul ikut serta di pilkada. Bahkan, sejumlah bakal calon berlomba-lomba mendaftarkan diri berharap rekomendasi dari partai untuk bisa maju di Pilkada Kabupaten Kediri.
Wakil Bupati Kediri Masykuri termasuk salah satu yang mengambil formulir pendaftaran bakal calon di sejumlah partai. Sementara nama Hanindhito Himawan Pramono, putra dari Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung sudah santer terdengar ikut maju di Pilkada Kabupaten Kediri.
Berbagai teka-teki tersebut akhirnya terjawab ketika DPP PDIP memberikan rekomendasi pada Hanindhito. Ia bergandengan dengan Dewi Mariya Ulfa yang merupakan Ketua Fatayat NU Kabupaten Kediri.
Munculnya rekomendasi itu membuat pupus harapan sejumlah bakal calon yang sudah mengambil formulir dari PDIP. Tinggal harapan dari partai lain yang diharapkan mau memunculkan figur baru yang mampu menyaingi jago PDIP tersebut.
Lagi-lagi sejumlah bakal calon harus kembali menelan kekecewaan. Sejumlah partai politik di Kabupaten Kediri justru berduyun-duyun memberikan rekomendasi pada Dhito di pilkada.
Selain PDI Perjuangan, partai lain yang juga memberikan rekomendasi yakni Partai NasDem, PKB, dan PAN, Partai Golkar dan Partai Gerindra. Ini hampir seluruh kursi di legislatif mendukung pasangan itu maju di pilkada. Pasangan Dhito-Dewi tentunya di atas angin.
Sejumlah partai politik di Kabupaten Kediri nyatanya memang tak keberatan pada sosok Dhito yang dijagokan di pilkada. Mereka menilai Dhito sosok yang muda dan visioner. Dhito dan Dewi dipastikan menjadi calon tunggal di Pilkada Kabupaten Kediri. Ini setelah hampir semua partai politik memberikan rekomendasi untuk pasangan ini.
Namun, partai politik justru mengaku tidak keberatan dengan calon tunggal. Seperti yang dikatakan oleh Ketua DPD Partai Nasdem Kabupaten Kediri Lutfi Mahmudiono. Ia menyebut calon tunggal juga sah, karena sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Bagi Lutfi, Dhito memberikan harapan untuk perbaikan Kabupaten Kediri ke depan. Menurut dia, hal itu sesuai dengan perjuangan partai nya yang ingin perbaikan pemerintahan. "Kami dukung Dhito. Ia masih muda, responsif, dan cocok untuk Kabupaten Kediri ke depan. Dhito juga visioner dan saya melihat pandangannya ke depan juga bagus," ucap Lutfi saat dikonfirmasi belum lama ini.
Selain itu, ia juga berharap ke depan pemerintahan Dhito akan lebih tertata. Selama ini, Kabupaten Kediri mendapatkan sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) cukup besar, di atas Rp500 miliar.
Ia juga ingin reformasi pelayanan publik di Kabupaten Kediri menjadi lebih baik. Dengan itu, masyarakat akan lebih mudah mengakses berbagai macam pelayanan publik.
Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kediri Dodi Purwanto menambahkan DPP PDIP telah memutuskan rekomendasi untuk pasangan bakal calon Dhito dan Dewi Mariya Ulfa di Pilkada 2020. Untuk itu, seluruh kader juga harus mematuhi rekomendasi dan all out memenangkan pasangan itu. "Kami harapkan semua lini bergerak untuk kemenangan masyarakat Kabupaten Kediri," kata Dodi Purwanto yang juga ketua DPRD Kabupaten Kediri ini.
Masyarakat kecewa
Fenomena calon tunggal saat pilkada nyata nya tidak bisa diterima oleh semua warga. Seperti yang dikatakan oleh Ketua Kediri Corruption Watch (KCW) Muhammad Karim Amirullah.
Ia berharap saat pilkada nantinya partai politik akan berlomba memunculkan figur yang dinilai mampu memimpin Kabupaten Kediri. Nyata nya, harapan itu pupus setelah partai politik hanya memunculkan pasangan Dhito-Dewi.
Padahal, partai politik di Kabupaten Kediri telah berlomba-lomba menyelenggarakan konvensi. Beberapa kader yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas juga muncul.
Kebijakan partai politik di luar ekspektasi. Bakal calon yang dinilai kuat justru tersingkir dan yang dinilai kurang memahami aspek politik di Kabupaten Kediri justru jadi figur yang dicalonkan. "Malah dapat calon yang kemudian 'tidak pernah aktif, bukan aktivis, kurang memahami aspek politis' menjadi calon. Ini yang saya katakan sesuatu yang memprihatinkan di Kabupaten Kediri," katanya dengan kecewa.
Muhammad Karim menyayangkan kebijakan partai politik tersebut. Dirinya menilai hal itu diputuskan partai karena hanya bersifat kepentingan dan bukan esensial dari negara yang menjunjung tinggi demokrasi dan Pancasila.