Selasa 25 Aug 2020 05:35 WIB

Terminologi Minoritas Dinilai Sensitif di Ruang Publik

Pembahasan tentang dilema minoritas dinilai masih penting.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Terminologi Minoritas Dinilai Sensitif di Ruang Publik. Foto ilustrasi: Toleransi (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Terminologi Minoritas Dinilai Sensitif di Ruang Publik. Foto ilustrasi: Toleransi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) menggelar acara bedah buku keagamaan berjudul “Dilema Minoritas di Indonesia: Ragam, Dinamika, dan Kontroversi” di Kota Bekasi, Senin (24/8). Pembahasan tentang dilema minoritas ini sangat penting walaupun terkadang termonologi minoritas dianggap sensitif dalam pembicaraan di ruang publik.

“Agenda kita adalah membedah sesuatu yang terkadang dianggap sensisitif kalau di dalam pembicaraan di ruang publik, yaitu kajian hasil riset yang telah dibukukan dengan judul Dilema Minoritas di Indonesia,” ujar Ketua BLAJ, Nurudin dalam sambutannya, Senin (24/8).

Baca Juga

Karena itu, menurut dia, sangat penting melihat isi buku ini dalam perspektif yang lebih maju bahwa bangsa ini terlahir untuk memberikan penghayatan yang sama terhadap seluruh elemen masyarakat Indonesia.

“Terminologi minoritas dalam buku ini sekilas kita lihat lebih fleksibel pemaknaanya dalam ruang-ruang kemasyarakatan yang ada,” ucapnya.

Buku ini ditulis oleh intelektual muda Muhammadiyah, Ahmad Najib Burhani bersama beberapa peneliti BLAJ. Nurudin berharap, bedah buku “Dilema Minoritas di Indonesia” ini memberikan kontribusi untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada di masyarakat, serta mendorong kerukunan umat beragama. 

“Kami yakin bahwa buku ini menjadi sesuatu yang menarik dalam konteks diskursus akademik maupun dalam hal bagaimana kita memberikan kontribusi untuk bisa merumuskan kebijakan yang memihak pada seluruh elemen masyarakat,” kata Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.

Dalam acara yang sama, Ahmad Najib Burhani menjelaskan bahwa pembahasan tentang dilema minoritas ini masih sangat penting dalam konteks kemerdekaan RI yang ke-75. Karena, meskipun sudah 75 tahun merdeka masih ada masyarakat Indonesia yang belum menikmati kemerdekaannya.

“Meskipun kita sudah agak lama merdeka tetapi ada sebagian daripada suadara-saudara kita sebangsa yang belum bsia menikmati kemerdekaannya sebagaimana anak bangsa yang lain,” kata Najib saat menjelaskan melalui apliksasi virtual meeting.

Menurut dia, kaum minoritas di Indonesia masih belum bisa secara penuh mendapatkan hak-hak kewarganegaraannya. Dalam beberapa kasus, menurut dia, mereka bahkan mengalami diskriminasi dan intoleransi. Mereka itu diantaranya adalah beberapa kelompok minoritas, seperti Orang Rimba, Ahmadiyah, Syiah, dan penghayat kepercayaan.

“Karena itu lah kita perlu menyoroti persoalan ini,”jelas Najib.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement