REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Jalur Gaza melaporkan kasus pertama Covid-19 di populasi umum pada Senin (24/8). Pihak berwenang mengonfirmasi empat infeksi di sebuah kamp pengungsi dan pasukan keamanan mengumumkan penguncian penuh selama 48 jam.
"Jam malam penuh akan diberlakukan mulai malam ini dan di seluruh Jalur Gaza," kata ketua kantor media pemerintah, Salama Marouf.
Juru bicara pemerintahan menyatakan, kasus-kasus tersebut berasal dari satu keluarga di Gaza tengah. Laporan kasus tersebut menjadi sorotan di tengah keprihatinan atas kombinasi kemiskinan yang berpotensi menjadi bencana di wilayah itu, kamp-kamp pengungsi yang padat penduduk, dan kapasitas rumah sakit yang terbatas.
Saat rumor menyebar, orang-orang berlomba ke supermarket untuk membeli makanan dan perlengkapan kebersihan. Kendaraan polisi berkeliling di jalan-jalan menggunakan pengeras suara untuk mendesak warga Gaza agar mematuhi jam malam.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan kasus-kasus itu terungkap setelah seorang wanita melakukan perjalanan ke Tepi Barat, di mana dia dinyatakan positif. Juru bicara Kementerian Kesehatan mendesak semua orang yang mungkin mengunjungi supermarket di luar rumah sakit di Gaza tengah untuk mengarantina diri sendiri dan segera melapor ke petugas medis.
Wilayah dengan jalur pantai seluas 360 kilometer persegi dan rumah bagi dua juta warga Palestina ini telah melaporkan tidak ada infeksi di luar pusat karantina sejak Senin. Para pendatang harus menghabiskan 21 hari di pusat-pusat karantina atas perintah dari Hamas yang telah menguasai Gaza selama lebih dari satu dekade.
Daerah sepanjang 40 kilometer itu diapit oleh Israel di utara dan timur serta Mesir di selatan. Kedua negara telah memberlakukan pembatasan pergerakan, dengan alasan masalah keamanan dengan Hamas.
"Membuat ini terjadi di atas tantangan sistem kesehatan yang ada adalah masalah yang menjadi perhatian kami," kata kepala Tim Kedaruratan Kesehatan lokal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Ayadil Saparbekov.
Pembatasan yang sudah lama dilakukan ini membuat sebagian besar warga Gaza memiliki sedikit akses ke dunia luar selama bertahun-tahun karena blokade. Kondisi ini menjadi lebih sulit dengan karantina wilayah yang diterapkan.
"Kami telah meningkatkan dukungan kami sebelum acara ini dengan menyediakan alat kesehatan dan alat pelindung diri serta alat uji laboratorium," kata Saparbekov.