REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Sebagai daerah penyangga yang letaknya sangat dekat dengan DKI Jakarta, Kota Bekasi punya risiko tinggi terhadap penularan Covid-19. Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, mengaku sulit untuk mengawasi gerak gerik warganya di wilayah berpenduduk 3,003 juta jiwa dalam sensus penduduk 2019 lalu itu.
“Sulit. Kan kita punya 32 cek poin itu masuk dari Bogor, Depok, Jakarta, Kabupaten Bekasi, jumlahnya gak kira-kira kalau 32 pintu masuk. Warga kita ga cuma 500 ribu jiwa, ini kan 2,4 juta itu yang tercatat belum yang lalu lintas, yang mengontrak," jelas Pepen, sapaan akrabnya, Senin (24/8).
Kendati begitu, pihaknya tetap akan mengimbau para warga untuk menjaga kesehatan serta mematuhi protokol kesehatan di masa pandemi ini. Pepen mengakui, wilayah yang dipimpinnya merupakan daerah yang menjadi titik pertemuan antara kabupaten maupun kota-kota lainnya.
Di sisi lain, hal ini membuat pihaknya tak bisa sembarangan menutup akses. “Kita kan gak bisa tutup (akses), semua pintu punya komunikasi kabupaten dan kota lainnya yang punya penduduk sedemikian rupa,” terang Pepen.
Beberapa cara sempat dilakukan untuk menekan jumlah penularan kasus positif di Bekasi, seperti pengecekan di 32 titik oleh petugas. Namun, hal itu tak lagi dilakukan. Seiring selesainya libur panjang Tahun Baru Islam 1442 Hijriyah, Pepen mengimbau kepada para warga yang baru kembali ke Bekasi untuk lapor ke puskesmas terdekat.
“Ya kalau mau tertib dan jelas, seumpanya dia dari luar kota harus lapor. Begitu dia dari Jawa karena semuanya khawatir ya masuk saja ke puskemas untuk rapid,” terang Pepen.
Pada Senin (24/8), jumlah total penumpang kereta api jarak jauh yang turun di Stasiun Bekasi ada 1.868 orang. Masing-masing terbagi dalam tiga hari, di antaranya 483 penumpang pada Sabtu (22/8) dan 715 penumpang pada Ahad (23/8).
Rapid test
Pepen pun meminta warganya yang baru bepergian dari luar kota untuk inisiatif melapor ke puskesmas terdekat. Hal itu dilakukan untuk menekan potensi penularan Covid-19. "Kalau mau tertib dan jelas, seumpanya dia dari luar kota harus lapor. Begitu dia dari Jawa karena semuanya khawatir ya masuk saja ke puskemas (untuk) rapid," jelas Pepen.
Politisi Partai Golkar itu menuturkan, meski belum melakukan penegakan hukum berupa sanksi terhadap masyarakat yang tak patuh protokol, namun saat ini pihak pemkot ingin membangun kesadaran dari warga.
"Membangunnya dari approach. Jadi kalau dia pergi terus pulang dia membawa persoalan diketemukan (positif), sehingga nanti ada intervensi satu sama lain, dia masih tidak menyadari itu yang sebenarnya kita minta pakai masker itu kan bukan buat dia, tapi buat org lain," tuturnya.
Sejauh ini, pihak Pemkot Bekasi sudah melakukan upaya dalam penanganan. Seperti, penyediaan tes cepat dan usap untuk umum di Stadion Patriot Candrabraga, Kota Bekasi setiap hari. Di samping itu, pihak pemkot juga mulai melakukan tracing di tingkat RW yang ditemukan ada cluster keluarga.
Setidaknya, sudah ada 259 RW dari 53 kelurahan di seluruh Bekasi yang akan menjalani tes cepat massal sejak Senin (24/8). Penentuan jumlah RW dilihat dari banyaknya kasus positif di wilayah tersebut. Masing-masing RW memiliki jatah lima sampel untuk dites.