REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Evi Laila Kholis mengungkapkan, sebanyak 33 persen saksi yang dilindungi KPK, mengalami kriminalisasi. Oleh karenanya, KPK selalu menjaga kerahasiaan identitas para saksi yang dilindungi.
Evi menjabarkan, berdasarkan hasil pemantauan tim KPK selama dua tahun, dari 27 saksi yang dilindungi KPK, terdapat 33 persen atau sembilan saksi yang dikriminalisasi, seperti dilaporkan balik oleh pelaku korupsi. Sementara 67 persen saksi lainnya yang dilindungi KPK diintimidasi.
"Adanya upaya kriminalisasi yang ada di KPK. Kriminalisasi sejak 2 tahun belakangan ini dari pengamatan tim kami, sebanyak 33 persen dari saksi yang kami lindungi itu dikriminalisasi, 67 persen diintimidasi," ujar Evi dalam diskusi daring, Senin (24/8).
Evi melanjutkan, dari 33 persen saksi yang dikriminalisasi terdapat satu persen saksi yang dijatuhi hukuman atas pelaporan dari pihak yang terkait dengan perkara yang diungkapnya. Selain itu, terdapat tiga ahli yang membantu KPK di persidangan justru digugat secara perdata oleh pihak yang berperkara dengan gugatan yang mencapai miliaran rupiah.
Salah satu saksi KPK yang dikriminalisasi yakni Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) I Nyoman Wara yang digugat secara perdata oleh pemegang saham BDNI Sjamsul Nursalim atas perhitungan kerugian keuangan negara diperkara SKL BLBI yang menjerat Sjamsul. KPK pun langsung menjadi pihak ketiga untuk mendampingi
"Ini pengalaman kami sudah tiga kali, dan ini cukup menantang buat KPK karena ahli yang seharusnya dilindungi publik juga kemudian menjadi seorang tergugat atau tersangka ini tentunya sangat memprihatinkan," tutur Evi.
Oleh karenanya, dia menekankan, pentingnya perlindungan terhadap saksi yang bakal mengungkap perkara besar. Sebab, ada potensi besar ancaman berupa teror terhadap saksi.
"Jadi bisa dibayangkan ketika seseorang menjadi saksi betul-betul tantangannya sangat besar bukan hanya dijadikan tersangka, tapi juga mendapat ancaman teror. Kemudian keluarganya, kemudian pekerjaannya. KPK sudah sampai ke sana dalam melakukan perlindungan saksi tersebut," tuturnya.
Saat ini, lanjutnya, KPK bertekad untuk menihilkan angka ancaman terhadap para saksi. Agar ke depannya para saksi tidak takut ataupun ragu dalam mengungkap kasus korupsi hingga dibuktikan di pengadilan.
"Ini menjadi target buat kami yang 33 persen itu menjadi zero sehingga setiap orang menjadi aman, merasa percaya diri untuk bisa bersaksi di persidangan. Karena bagaimana pun juga upaya pengungkapan ini dalam sistem peradilan pidana tidak lepas kaitanna dengan alat bukti yang disajikan," tegasnya.
Hadir dalam kesempatan yang sama, Tenaga Ahli Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Rully Novian mengatakan, sejak 2018 hingga kini, LPSK telah melindungi 183 orang terkait perkara korupsi. Sebanyak 47 orang merupakan saksi, 10 orang ahli, 22 orang keluarga saksi dan 95 orang pelapor serta sembilan orang saksi pelaku.
"Catatan LPSK sendiri dari 2018 sampai 2020, dalam konteks kasus korupsi, LPSK sudah memberikan perlindungan sebanyak 183 orang, kita sebutnya di LPSK terlindung," ungkapnya.
Menurut Rully, sangat tidak mudah menjadi pelapor tindak pidana. Karena terdapat ancaman dan risiko yang dihadapi dari ancaman fisik, nonfisik hingga kerugian lainnya.
Namun, Rully meyakinkan, bahwa LPSK berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan perlindungan terhadap pelapor, saksi ahli hingga pihak keluarga saksi. Perlindungan diberikan dalam bentuk perlindungan fisik, seperti menempatkan terlindung di rumah aman, perlindungan hukum, dukungan hak prosedural, serta dukungan hak lainnya seperti bantuan biaya hidup sementara saat terlindung ditempatkan di rumah aman.