REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memprediksi, pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga berada pada rentang nol persen hingga negatif dua persen (yoy). Artinya, ekonomi Indonesia kemungkinan besar akan mengalami resesi mengingat kuartal kedua sudah mengalami pertumbuhan negatif 5,32 persen (yoy).
Sri menjelaskan, faktor-faktor risiko yang berpotensi menyebabkan ekonomi pada kuartal ketiga mengalami kontraksi masih terasa nyata. "Pergerakan (re: indikator ekonomi) belum terlihat sangat solid, meskipun ada beberapa yang positif," ujarnya dalam dalam paparan kinerja APBN secara virtual pada Selasa (25/8).
Indikator yang dimaksud Sri terlihat pada kembali kontraksinya beberapa jenis pajak. Salah satunya, Pajak Penghasilan (PPh) 21 atau pajak karyawan yang sempat mengalami pertumbuhan positif 12,28 persen pada Juni. Pada bulan lalu, jenis pajak ini kembali tumbuh negatif 20,38 persen.
Begitupun dengan PPh badan yang kontraksi 45,55 persen pada akhir Juli. Padahal, pada Juni, tingkat kontraksinya sudah berada pada level 38 persen. Sri menuturkan, realisasi ini menggambarkan tekanan luar biasa yang masih dialami korporasi Indonesia.
Indikator lain yang disebutkan Sri adalah impor bahan baku. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), impor bahan baku pada Juli tumbuh negatif 34,46 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan Juni yang kontraksi 13,27 persen (yoy).
Tekanan lebih dalam terlihat pada impor barang modal. Pada bulan lalu, kinerja impor ini tumbuh negatif 29,25 persen, memburuk signifikan dibandingkan realisasi Juni yang masih tumbuh positif 2,63 persen.
Sri mengatakan, sejumlah indikator tersebut menggambarkan, tren pemulihan di sektor produksi masih belum berjalan dengan stabil. "Mereka masih dalam tahap dini untuk melihat, apakah tren ekonomi menuju zona positif," tuturnya.
Kuncinya konsumsi dan investasi
Melihat berbagai faktor yang ada, pemerintah memproyeksikan ekonomi Indonesia dapat tumbuh antara minus 1,1 persen hingga positif 0,2 persen sepanjang 2020. Sri menuturkan, kunci utamanya adalah pertumbuhan konsumsi dan investasi.
Apabila dua indikator tersebut masih tumbuh di zona negatif, Sri menilai, ekonomi Indonesia akan sulit untuk masuk dalam zona netral nol persen. Prediksi tersebut disampaikannya di tengah kerja keras pemerintah yang sudah all out dari sisi belanja.
Sri menuturkan, fokus utama pemerintah saat ini adalah mengembalikan konsumsi dan investasi ke zona positif pada sisa dua kuartal ini. Sebelumnya, pada kuartal kedua, masing-masing indikator itu tumbuh negatif 5,51 persen dan 8,61 persen.
Dari sisi investasi, Sri mengatakan, Presiden Joko Widodo telah meminta ke beberapa menteri untuk fokus melihat indikator investasi. Diharapkan, investasi sebagai salah satu penyokong pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mulai pulih, setidaknya tumbuh mendekati nol persen. "Ini sangat berarti," katanya.
Untuk mendorong konsumsi, pemerintah berharap banyak pada dampak pemberian bantuan sosial. Meski masih tidak sempurna dalam pendataan, Sri mengatakan, transfer bantuan ke masyarakat dapat membantu mereka untuk berbelanja.