REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA - Pemerintah Bangladesh memutuskan untuk memulihkan jaringan seluler dan layanan internet di kamp-kamp pengungsi Rohingya, Senin (24/8) waktu setempat. Langkah ini untuk memastikan layanan yang lebih baik di tengah pandemi Covid-19.
"Kami telah menerima konfirmasi tidak resmi dari keputusan tersebut dan sedang menunggu konfirmasi resmi," kata komisioner pengungsi Bangladesh Md. Mahbub Alam Talukder seperti dikutip laman kantor berita Anadolu Agency, Selasa (25/8).
Dia mengatakan bahwa beberapa hari yang lalu pihaknya telah merekomendasikan kepada pemerintah Bangladesh agar komunikasi digital dipulihkan untuk 1,2 juta pengungsi Rohingya. Seperti diketahui, Bangladesh memberlakukan larangan komunikasi pada awal September tahun lalu atas penggunaan kartu SIM ponsel oleh pengungsi Rohingya.
Sejak itu, pihak berwenang menyita ratusan SIM Card dari kamp-kamp Rohingya menyusul keputusan tersebut. Pemerintah juga memerintahkan badan pengatur telekomunikasi negara untuk memblokir layanan internet di kamp dengan alasan keamanan.
Terlepas dari larangan tersebut, beberapa orang Rohingya dilaporkan telah menggunakan kartu SIM seluler secara diam-diam. Sementara banyak lainnya telah berhasil menggunakan kartu SIM dari Myanmar untuk menjaga komunikasi dengan kerabat mereka di negara bagian Rakhine atau negara lain.
"Lebih mengkhawatirkan bagi kami bahwa Rohingya menggunakan SIM kami tanpa catatan bersama dengan SIM Myanmar," kata Talukder.
Menurutnya, kini otoritas Bangladesh akan dapat memantau Rohingya lebih dekat. "Bahkan sangat sering, kami berada di tengah pemadaman komunikasi selama tugas kami di dalam kamp Rohingya dan itu menciptakan masalah untuk melanjutkan layanan di tengah pandemi Covid-19 ini," ujarnya.
Terkait keputusan yang sangat positif tersebut, Talukder berharap Kementerian Dalam Negeri Bangladesh segera mengarahkan Komisi Regulator Telekomunikasi (BTRC) untuk memulihkan layanan seluler dan internet di kamp-kamp tersebut. Dia mengatakan pemerintah bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mendaftarkan hampir satu juta orang Rohingya di kamp-kamp tersebut, dan berdasarkan catatan, Rohingya dapat mengajukan SIM.
"Berdasarkan kenyataan yang ada, kami sedang mempertimbangkan pemulihan jaringan seluler di kamp-kamp Rohingya," tulis surat kabar lokal Samakal mengutip Menteri Dalam Negeri Asaduzzaman Khan.
Badan hak asasi internasional juga telah menuntut pemulihan layanan komunikasi di kamp-kamp Rohingya selama beberapa bulan terakhir, terutama setelah wabah virus corona di Bangladesh pada awal Maret. Hingga saat ini, enam orang Rohingya dilaporkan meninggal dunia karena virus corona, sementara 83 orang telah terinfeksi di kamp-kamp yang sempit.
Bangladesh yang berpenduduk sekitar 165 juta orang mencatat 42 kematian lagi pada Senin (24/8) sehingga meningkatkan jumlah kematian menjadi 3.983, dengan total 297.083 kasus, menurut Kementerian Kesehatan.
Menteri Luar Negeri AK Abdul Momen dalam webinar berjudul "Pendekatan Bangladesh Menuju Hosting Rohingya" pada Senin menuduh Myanmar tidak melakukan apa pun untuk memulihkan keadaan normal di Rakhine atas pemulangan Rohingya secara damai dan bermartabat. "Dengan operasi pembersihan baru-baru ini oleh Tatmadaw terhadap Tentara Arakan di Rakhine dan pemilihan pada November, kami sebenarnya menemui jalan buntu dalam hal proses repatriasi," ujar Momen.
Menteri Momen juga memastikan keselamatan lebih dari 300 orang Rohingya yang telah dipindahkan ke pulau terpencil beberapa bulan lalu setelah diselamatkan di laut. Menyinggung proposal dari berbagai pihak tentang peningkatan fasilitas dan fasilitas di kamp, dia tidak yakin.
Muslim Rohingya disebut oleh PBB sebagai orang-orang yang paling teraniaya di dunia. Mereka menghadapi ketakutan yang meningkat akan serangan sejak puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.
Menurut Amnesty International, lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya, kebanyakan wanita dan anak-anak, melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan keras terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017. Serangan kala itu menambah jumlah orang yang dianiaya di Bangladesh melebihi 1,2 juta.
Menurut laporan oleh Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA), sejak 25 Agustus 2017 hampir 24 ribu Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan negara Myanmar. Lebih dari 34 ribu orang Rohingya juga dibakar sementara lebih dari 114 ribu lainnya dipukuli.
Sebanyak 18 ribu wanita dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar. Sementara lebih dari 115 ribu rumah Rohingya dibakar dan 113 ribu lainnya dirusak.