Selasa 25 Aug 2020 18:14 WIB

Musem Balaputra Dewa Tampilkan Sejarah dan Tradisi Sumsel

Balaputra Dewa diambil dari nama Raja Sriwijaya abad ke-9.

Museum Balaputra dewa
Foto: Google
Museum Balaputra dewa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Museum Negeri Provinsi Sumatra Selatan, Balaputra Dewa, merupakan museum etnografi yang menggambarkan tentang suatu suku bangsa, terletak di kawasan KM 6,5 Kota Palembang, Sumsel.

Balaputra Dewa diambil dari nama Raja Sriwijaya abad ke-9 dan mantan kepala Dinasti Sailendra yang berpusat di sekitar Palembang, Balaputra.

Baca Juga

Museum Balaputra Dewa menampilkan sejarah dan tradisi dari Provinsi Sumatra Selatan. Museum ini dibangun pada 1978 dan diresmikan penggunaannya pada 5 November 1984.

Museum yang memiliki luas lahan sekitar 23.565 meter persegi ini, menurut Kepala Museum Balaputra Dewa Palembang, Chandra Amprayadi, menyimpan belasan jenis koleksi dengan jumlah koleksi mencapai 8.800 benda sejarah.

Pada bagian belakang bangunan ruang pamer museum, terdapat rumah limas yang merupakan bangunan tempat tinggal khas masyarakat Kota Palembang yang terbuat dari kayu.

Rumah limas yang berusia lebih dari 200 tahun masih terlihat berdiri kokoh di kawasan Museum Balaputra Dewa Palembang.

Rumah limas yang ada di Museum Balaputra Dewa diperkirakan dibuat pada 1830 yang merupakan peninggalan pangeran dari Arab Saudi bernama Syarif Abdurrachman Alhabsi dan Syarif Ali.

Sebelum ditempatkan di kawasan Museum Balaputra Dewa, rumah limas tersebut berada di tepian Sungai Musi yang merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Palembang pada abad ke-17.

Keberadaan rumah adat khas Kota Palembang di kawasan museum menimbulkan anggapan sebagian masyarakat hanya ada rumah limas di Museum Balaputra Dewa.

Secara fakta, Museum Balaputra Dewa Palembang tidak hanya memiliki koleksi zaman Kesultanan Palembang Darussalam.

Melalui museum tersebut masyarakat Sumsel serta wisatawan lokal dan mancanegara dapat melihat koleksi peninggalan sejarah mulai dari zaman prasejarah, zaman Kerajaan Sriwijaya, zaman Kesultanan Palembang, hingga pergerakan pejuang kemerdekaan pada zaman kolonialisme Belanda.

Untuk memudahkan pengunjung museum, pengelola membagi ruang pamer koleksi menjadi tiga bagian, yakni bagian megalit yang menggambarkan kegiatan masyarakat Sumatera Selatan yang dipusatkan di dataran tinggi Pagaralam, di Barisan Pegunungan pada sisi barat provinsi setempat.

Beberapa contoh artefak yang ditemukan di dataran tinggi Kota Pagaralam itu dan beberapa dari 22 situs budaya megalitik dipamerkan di Museum Balaputra Dewa seperti arca megalitik dari seorang ibu membawa anak, patung orang naik kerbau, dan patung laki-laki melingkar dengan ular.

Pada ruang pamer bagian Sriwijaya, berisi barang-barang yang berkaitan dengan Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Melayu Buddha yang berpusat di Kota Palembang.

Pengunjung juga dapat melihat beberapa artefak, seperti kerajinan gerabah, manik-manik, logam benda cor, dan prasasti.

Sebagian besar prasasti zaman Sriwijaya yang ada di musem tersebut adalah replika, yang asli sebagian besar ditempatkan di Museum Nasional di Jakarta dan di Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya Palembang.

Contoh prasasti replika ditampilkan di Museum Balaputra Dewa berasal dari abad ke-7 prasasti Kedudukan Bukit, Telaga Batu, Kota Kapur, Talang Tuwo, Boom Baru, Kambang Unglen, Kambang Unglen II, dan Siddhayatra.

Bagian Kesultanan Palembang, berisi koleksi peninggalan dari abad ke-18 Kesultanan Palembang periode misalnya tenun songket dan pakaian.

Di antara songket yang paling menonjol dikoleksi adalah kain songket enam meter dengan motif Nago Besaung.

Koleksi lainnya yang ditampilkan seperti ukiran kayu palembang, sofa, kursi, dan pintu ukiran tradisional.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement