Selasa 25 Aug 2020 23:43 WIB

Bawaslu: KPU Perlu Tingkatkan Kualitas SDM Lakukan E-Rekap

KPPS harus menulis angka dengan rapi e-rekap.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ani Nursalikah
Bawaslu: KPU Perlu Tingkatkan Kualitas SDM Lakukan E-Rekap. Petugas melakukan simulasi rekapitulasi secara elektronik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (25/8/2020). KPU berencana akan menggunakan rekapitulasi digital dalam Pilkada 2020 untuk mengurangi potensi kecurangan sekaligus sebagai alat kontrol dan pembanding terhadap data rekapitulasi suara manual.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Bawaslu: KPU Perlu Tingkatkan Kualitas SDM Lakukan E-Rekap. Petugas melakukan simulasi rekapitulasi secara elektronik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (25/8/2020). KPU berencana akan menggunakan rekapitulasi digital dalam Pilkada 2020 untuk mengurangi potensi kecurangan sekaligus sebagai alat kontrol dan pembanding terhadap data rekapitulasi suara manual.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memberi sejumlah catatan terhadap uji coba aplikasi sistem informasi rekapitulasi elektronik (Sirekap) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Selasa (25/8). Menurut Anggota Bawaslu, M Afifuddin, KPU harus meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk melaksanakan sistem rekapitulasi hasil penghitungan suara elektronik atau e-rekap ini.

"KPU harus memastikan kesiapan KPPS dalam mengoperasikan sistem ini dengan sosialisasi, pembekalan, dan bimbingan teknis (bimtek) agar sistem ini memberikan hasil maksimal," ujar Afif dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id, Selasa.

Baca Juga

Afif yang hadir langsung dalam uji tersebut mengatakan, kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) harus menulis angka dengan rapi. KPPS harus menghitamkan kolom angka dalam formulir C. KWK atau Berita Acara Pemungutan dan Penghitungan Suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) secara sempurna.

Seban, data tersebut harus bisa dibaca secara konsisten dan akurat oleh sistem. Petugas panitia pemilihan kecamatan (PPK) pun sebagai administrator aplikasi Sirekap harus mampu membantu KPPS jika mengalami kendala registrasi.

Sementara registrasi KPPS serta akses bagi pengawas pemilu dan saksi harus selesai sebelum hari pemungutan suara. Selain itu, lanjut Afif, e-rekap membuat proses penghitungan dan rekapitulasi suara di TPS membutuhkan waktu lebih lama karena ada tambahan aktivitas menghitamkan lingkaran-lingkaran dalam kolom angka.

Petugas KPPS juga harus memotret formulir C.KWK yang telah diisi dan mengunggahnya ke Sirekap. Ia menyarankan, KPU harus melakukan uji coba secara relevan dengan melibatkan pihak yang paling punya keterbatasan jaringan, SDM, dan perangkat teknologi.

"Dalam uji coba berikutnya, perlu pemeriksaan ketersediaan peladen (server), karena kekuatan ini yang paling menentukan dalam pengiriman data untuk kepentingan validasi," kata Afif.

Di sisi lain, Sirekap memiliki konsekuensi terhadap penambahan biaya atau anggaran. Sebab, KPU membutuhkan penambahan kertas minimal empat lembar kertas plano dan kebutuhan peranti atau ponsel pintar yang memenuhi standar kebutuhan sistem seperti kamera.

Afif mengatakan, Pasal 111 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) memang telah memungkinkan penggunaan sistem informasi dalam penghitungan dan rekapitulasi suara. Namun, Peraturan KPU (PKPU) tentang pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara belum mengatur mengenai e-rekap.

Dengan demikian, penggunaan aplikasi Sirekap harus diatur secara detail dan jelas dalam PKPU tersebut. Apabila KPU akan menerapkan e-rekap dalam Pilkada 2020 sebagai uji coba menuju penggunaan masif di Pemilu 2024 mendatang.

"Bawaslu menilai, rekapitulasi elektronik hanya diterapkan sebagai alat bantu rekapitulasi. Adapun sebagai data utama, tetap merujuk pada rekapitulasi manual yang dilakukan berjenjang," kata Afif.

Ia meminta PKPU harus menegaskan keabsahan data hasil penghitungan dan rekapitulasi suara, berdasarkan formulir C1 plano atau data digital dalam sistem rekapitulasi elektronik, atau pun keduanya. Menurut Afif, migrasi data dari sistem manual ke digital mengandung batas kesalahan atau margin error yang cukup tinggi.

Ia melanjutkan, hal demikian berpotensi menimbulkan sengketa. Untuk itu, KPU harus mengantisipasinya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement