Selasa 25 Aug 2020 20:25 WIB

Pakar: Sidang Dewas KPK Bukan Memutuskan Benar atau Salah

Pakar mengatakan sidang Dewas KPK bukan memutuskan benar atau salah.

Rep: Ali Mansur/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri (tengah)
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menggelar sidang etik terhadap Komjen Firli Bahuri. Praktisi dan pengamat hukum Syahrir Irwan Yusuf menilai, sidang etik yang digelar Dewas KPK bukan untuk memutuskan seseorang bersalah atau benar

Syarif mengatakan, tetapi sidang etik hanya menilai dan memutuskan apakah perbuatan tersebut pantas atau tidak pantas. "Mengutip pendapat dari salah satu anggota Dewas KPK di media online, sidang etik bukan untuk menjudge atau memutuskan benar atau salah," ujarnya kepada Republika.co.id, Selasa (25/8).

Baca Juga

Menurut Syahrir, sebagai pengamat dan praktisi hukum yang ia pahami hanya hakim dan putusan lembaga peradilan-lah yang dapat memvonis seseorang bersalah atau tidak. Oleh karena itu, ia menegaskan, perlu diluruskan terkait pandangan terhadap sidang etik Dewas terhadap ketua KPK tersebut.

Seperti diketahui, Firli dilaporkan oleh Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, atas dugaan bergaya hidup mewah. Itu setelah Firli kedapatan menggunakan helikopter milik perusahaan swasta dalam perjalanan pribadinya dari Palembang ke Baturaja.

Syahril melanjutkan, ia juga menyoroti permintaan MAKI sebagai pihak pelapor, yang meminta agar Firli diturunkan posisinya menjadi Wakil Ketua jika terbukti melanggar kode etik. Syahrir menanyakan dasar hukum atas permintaan MAKI tersebut. Ia menilai permintaan tersebut terlalu mengada-ngada.

"Saya juga sekaligus mau menanggapi permintaan dari pihak ICW yang menuntut agar Dewas memberi sanksi berat berupa penonaktifan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK, ini pun seperti pendapat orang yang gagal paham dan tidak paham aturan," keluh Syahrir

Semestinya, lanjut Syahrir, pernyataan tersebut harus berdasar pada aturan hukum atau ketentuan perundangan. Kata Syahrir, jangan sampai pendapat-pendapat tendensius oleh oknum justru berdampak pada citra ICW sebagai LSM antirausah yang sudah populer. "Sangat disayangkan pendapat-pendapat yang emosional dan tendensius, dan tidak berdasar seperti ini muncul," jelas Syahrir. 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement