Selasa 25 Aug 2020 23:23 WIB

Satgas Covid-19 Tegaskan Rapid Test Bukan Alat Diagnosis

Satgas COVID-19 tegaskan rapid test bukan alat diagnosis

Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito menegaskan tes cepat (rapid test) yang banyak diterapkan di berbagai tempat bukan alat diagnosis bagi seseorang terkonfirmasi Covid-19 atau tidak.

"Fungsi dari tes cepat sejak awal bukan diagnosis, tapi skrining kalau ada yang reaktif maka dilanjutkan tes usap melalui PCR. Jadi, kami tegaskan tes usap bukan alat diagnostik," kata Wiku Adisasmito dalam jumpa pers daring dari Kantor Presiden di Jakarta, Selasa (25/8).

Baca Juga

Sedangkan tes usap yang selama ini digunakan dan disalurkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga berasal dari donasi. "Tes cepat antibodi di BNPB diperoleh melalui donasi dari berbagai sumber, BNPB tidak pernah membeli alat tes cepat," kata Wiku.

Menurut Wiku, BNPB menerima donasi hingga 1,172 juta unit tes cepat. "Kami di Satgas sedang melakukan 'review' terhadap penggunaan tes cepat terhadap pengguna perjalanan dan belum selesai kajiannya, setelah selesai akan disampaikan ke publik," ucap Wiku.

Per 25 Agustus 2020, kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia tercatat bertambah 2.447 menjadi total 157.859 kasus, sedangkan jumlah pasien sembuh dari Covid-19 bertambah 1.807 orang menjadi 112.867 orang dan meninggal tercatat bertambah 99 orang menjadi 6.858 orang.

"Memang kasus sembuh meningkat menunjukkan prestasi pelaporan dan transparansi publik dan upaya tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan, sehingga kasus-kasus yang ditangani makin lama makin baik, karena semua tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan belajar dan makin lama makin baik," tambah Wiku.

Meski tingkat kesembuhan pasien meningkat, Wiku juga mengakui masih banyak tenaga kesehatan yang gugur karena Covid-19. "Kami berbela sungkawa atas ini dan perlindungan kepada nakes selalu ditingkatkan oleh pemerintah, kami minta agar jam kerja untuk nakes dibatasi, kalau kekurangan nakes, dilakukan penggerakan dari fasilitas kesehatan lain, begitu juga fasilitas untuk RS diupayakan agar tidak terkonsentrasi di tempat-tempat tertentu yang jumlahnya makin meningkat," kata Wiku.

Selanjutnya, juga dilakukan pelatihan untuk dokter dan nakes agar memastikan protokol kesehatan dikerjakan dengan baik. "Hal ini terbukti dengan makin tinggi angka kesembuhan. Nakes pun diharapkan betul-betul menjalankan tugas dengan aman dan tidak terbebani dengan pekerjaan," kata Wiku.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement