REPUBLIKA.CO.ID,MAKASSAR -- Dinas Perdagangan Sulawesi Selatan melansir bahwa ekspor hasil laut pada periode Januari-Juli 2020 dari segi nilai mengalami penurunan 10,07 persen dibanding tahun 2019 pada periode yang sama.
Nilai ekspor perikanan Januari hingga Juli 2020 sebesar 94,58 juta lebih dolar AS, sedangkan nilai ekspor tahun 2019 sebesar 105,17 juta lebih dolar AS sehingga mengalami penurunan sebesar 10.07 persen.
Kepala Bidang Pengembangan Perdagangan Luar Negeri Dinas Perdagangan Provinsi SulSel Dewa Nyoman Mahendra mengatakan penurunan ekspor bukan hanya dari segi nilai tetapi juga volume ekspor perikanan dari 58.219,73 ton pada 2019 sementara 50.625,66 ton di 2020. Sehingga penurunannya mencapai 13,04 persen.
"Sebenarnya situasional saja, kalau biasanya produk perikanan kita bagus, kadang-kadang periode ini turun kemudian nanti bisa naik lagi, karena tergantung permintaan sih," katanya, Selasa (25/8).
Adapun komoditi perikanan ekspor Sulsel periode Januari-Juli 2020 yakni cumi-cumi, gurita, ikan laut segar, ikan terbang, kepala udang, kepiting hidup, kulit kerang, lumut laut, rumput laut, sirip ikan hiu, telur ikan terbang, teripang, tulang cumi-cumi dan udang segar.
Sementara lima komoditi ekspor perikanan terbesar seperti rumput laut, udang segar, gurita, telur ikan terbang dan ikan laut segar. Negara tujuannya yakni Amerika, Jepang, Cina, Korea Selatan dan di Eropa ialah Belanda.
"Di triwulan pertama ada naik tetapi di triwulan kedua mulai agak turun ini, biasanya di bulan ketiga dan empat naik lagi apalagi jelang tahun baru. Perikanan itu akan tumbuh di waktu-waktu itu," ujarnya.
Nyoman Mahendra menepis bahwa penurunan yang terjadi akibat sulitnya pengiriman ke luar negeri di masa pandemi Covid-19.
Ia mengemukakan bahwa pemerintah tidak melakukan pembatasan ekspor ke luar negeri, kecuali komoditas tertentu seperti yang dilarang oleh Kementerian Kelautan. Sedangkan pada jenis biota laut yang selama ini dikirim dan diekspor di Sulsel dipastikan tidak mengalami hambatan begitu pula untuk negara utama tujuan ekspor.
"Jadi lancar saja. Selama pandemi ini tidak ada kendala cuman permintaannya saja yang menurun dan bukan karena penjualannya tetapi permintaan dari negara tersebut memang menurun," kata dia.
"Karena pandemi ini menghasilkan krisis global jadi menyebabkan daya beli masyarakat juga menurun, jadi permintaan dari negara-negara yang menurun," sambungnya.
Penurunan permintaan banyak terjadi di cina, hingga Amerika, ini disebut situasional karena jika volumenya sudah mencukupi maka permintaan tentu harus ditahan terlebih dahulu dan ketika stoknya mulai berkurang maka barulah mulai akan minta produk impor lagi.
Salah satu contohnya pada hasil laut seperti gurita. Penurunan ekspor gurita dari Indonesia ke Amerika sebesar 66 persen, Belanda 67 persen, Kanada malah 100 persen tetapi ke Cina nilai ekspor gurita naik 89 persen sampai juli 2020. Bahkan pada negara Turki, Meksiko dan Portugal itu turun 100 persen.
"Paceklik nelayan ini mungkin karena memang barang-barang yang dari pedagang itu bukan hanya untuk diekspor saja, ada juga untuk kebutuhan nasional, kebutuhan domestik, serta untuk pedagang-pedagang kecil, tetapi kan sekarang restoran sudah mulai terbuka jadi pasti sudah mulai dibeli," ujarnya.
Menurut dia, di masa PSBB yang melarang pembukaan rumah makan juga menjadi kendala tetapi tidak untuk akses jalan. Sehingga diketahui Gubernur Sulsel dalam rangka recovery dampak Covid-19, yaitu memacu volume ekspor serta berniat meningkatkan negara tujuan ekspor
"Memang waktu pertama saja, di bulan Januari-Februari di Cina tutup akses masuk impornya, tetapi sudah dibuka dari Maret.Sekarang ini tidak ada kendala di ekspor, kita buka semuanya, di negara tujuan kita juga tidak ada hambatan, terbuka semua sekarang," katanya.