REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) memiliki program ketahanan keluarga untuk mendukung mewujudkan keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah. Salah satu tujuan dari program ini mengantisipasi perceraian.
Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kemenag, Muharram Marzuki menyampaikan, Kemenag mempunyai program ketahanan keluarga. Melalui program ini, Kemenag berharap keluarga bisa melanggengkan tali pernikahan. Kemenag bersinergi bersama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
"Bersama-sama kita mengelola penguatan keluarga, program penguatan ketahanan keluarga, yaitu melalui program bimbingan perkawinan," kata Muharram kepada Republika.co.id, Rabu (26/8).
Ia menjelaskan, bimbingan perkawinan ini dilakukan tidak hanya kepada masyarakat usia nikah, yaitu 19 tahun, tetapi juga dilakukan kepada para remaja putri usia pranikah. Bahkan pembimbingan masih dilakukan setelah mereka menikah atau masa nikah supaya terwujud ketahanan keluarga.
Ia menerangkan, keluarga yang kuat dan tahan adalah yang mampu mewujudkan keluarga sakinah, mawadah dan warshmah. Di dalam keluarga ada istri, suami dan anak, mereka adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Mereka harus mampu mengelola dan memperkuat jalinan keluarga.
"Dalam ketahanan keluarga penting juga memperkuat aspek lain, tidak hanya memperkuat mental dan spiritual, tapi ketahanan mental dan spiritual adalah yang paling utama," ujarnya.
Menurut Muharram, ada banyak ujian hidup, tapi kalau mentalitas suami dan istri kuat atau tahan banting maka ketahanan keluarga akan bisa tercapai. Sebaliknya kalau suami dan istri lemah spiritual maupun mentalnya, maka sedikit saja akan terombang ambing oleh masalah. Sehingga mudah sekali melakukan perceraian.
"Karena itu kita membentengi keluarga dari perpecahan atau perceraian, itu yang kita lakukan sejak dini," jelasnya.
Ia menyampaikan, pernikahan di usia remaja mudah sekali berakhir dengan perceraian. Misalnya karena mereka tidak mampu mengelola emosi, ada masalah keuangan, masalah kecemburuan dan lain-lain. Intinya mereka mudah sekali terjerat dalam masalah kehidupan keluarga, akhirnya terjadi perceraian bila tidak kuat spiritual dan mentalnya.
Terkait angka perceraian di Indonesia, Muharram mengatakan, perceraian bukan ranah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah karena perceraian ranahnya di pengadilan. Ia hanya mengurusi pernikahan dan pembinaan keluarga yang salah satu tujuannya mengantisipasi perceraian.