Kamis 27 Aug 2020 05:17 WIB

Masyarakat Terancam tak Bebas Gunakan Fitur Siaran Medsos

Melalui uji materi, UU Penyiaran diusulkan atur penyiaran melalui internet.

Red: Ratna Puspita
Media sosial (Ilustrasi). Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyebut apabila permohonan pengujian Undang-Undang Penyiaran dikabulkan, masyarakat tidak lagi bebas memanfaatkan fitur siaran dalam platform media sosial.
Foto: Pixabay
Media sosial (Ilustrasi). Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyebut apabila permohonan pengujian Undang-Undang Penyiaran dikabulkan, masyarakat tidak lagi bebas memanfaatkan fitur siaran dalam platform media sosial.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyebut apabila permohonan pengujian Undang-Undang Penyiaran dikabulkan, masyarakat tidak lagi bebas memanfaatkan fitur siaran dalam platform media sosial. Sebab, jika pengujian itu dikabulkan maka siaran di media sosial terbatasi hanya lembaga penyiaran yang berizin.

"Perluasan definisi penyiaran akan mengklasifikasikan kegiatan seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live, dan penyaluran konten audio visual lainnya dalam platform media sosial diharuskan menjadi lembaga penyiaran yang wajib berizin. Artinya, kami harus menutup mereka kalau mereka tidak mengajukan izin," ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kemenkominfo Ahmad M Ramli secara virtual dalam sidang lanjutan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (26/8).

Baca Juga

Apabila kegiatan dalam media sosial itu juga dikategorikan sebagai penyiaran, dia mengatakan, maka perorangan, badan usaha, ataupun badan hukum akan dipaksa memiliki izin menjadi lembaga penyiaran. Selanjutnya, perorangan atau badan usaha yang tidak dapat memenuhi persyaratan perizinan penyiaran itu menjadi pelaku penyiaran ilegal dan harus ditertibkan oleh aparat penegak hukum karena penyiaran tanpa izin merupakan pelanggaran pidana.

Belum lagi pembuat konten siaran melintasi batas negara sehingga tidak mungkin terjangkau dengan hukum Indonesia. Ramli mengakui kemajuan teknologi yang pesat memungkinkan terjadinya konvergensi antara telekomunikasi dan media penyiaran.