Kamis 27 Aug 2020 06:20 WIB

Pengamat: Sertifikasi CHSE Pariwisata Perlu Diwajibkan

Sertifikasi dapat menjadi standar pelayanan untuk timbulkan rasa tenang konsumen.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Petugas mengecek suhu tubuh para wisatawan di terminal wisata bakalan krapyak, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (26/8). Aktivis Pariwisata Indonesia sekaligus Founder Temannya Wisatawan, Taufan Rahmadi, menilai, cleanliness, healt, safety, and environmental sutainability (CHSE) untuk pariwisata dan ekonomi kreatif perlu diwajibkan.
Foto: ANTARA/Yusuf Nugroho
Petugas mengecek suhu tubuh para wisatawan di terminal wisata bakalan krapyak, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (26/8). Aktivis Pariwisata Indonesia sekaligus Founder Temannya Wisatawan, Taufan Rahmadi, menilai, cleanliness, healt, safety, and environmental sutainability (CHSE) untuk pariwisata dan ekonomi kreatif perlu diwajibkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis Pariwisata Indonesia sekaligus Founder Temannya Wisatawan, Taufan Rahmadi, menilai, cleanliness, healt, safety, and environmental sutainability (CHSE) untuk pariwisata dan ekonomi kreatif perlu diwajibkan. Pasalnya, sertifikasi dapat menjadi standar pelayanan bagi para konsumen.

"Banyak negara yang jauh lebih tegas dan tertib di masa new normal. Kita tidak bisa main-main dengan standar pelayanan," kata Taufan kepada Republika.co.id, baru-baru ini.

Baca Juga

Sertifikasi CHSE direncanakan akan dimulai pada September 2020. Namun, sertifikasi bersifat sukarela namun gratis. Taufan mengatakan, pada masa krisis saat ini, pemerintah memang harus meringankan para pelaku industri parekraf dari berbagai biaya.

Namun, sebaiknya diwajibkan untuk seluruh pelaku usaha asalkan sertifikasi yang dilakukan juga setara dengan standar global yang mengacu kepada UNWTO.

"Sertifikasi menjadi standardisasi, acuan dari apa yang harus dilakukan. Kualitas produk, layanan, itu harus dapatkan penilaian dan pengakuan agar para wisatawan menjadi tenang," ujarnya.

Taufan mengatakan, manfaat utama yang diperoleh dari adanya sertifikasi yakni pengakuan terhadap pelaku industri terkait secara resmi. Terutama pengakuan bahwa industri terkait sudah punya kualitas dalam menjalankan standardisasi pelayanan ke wisatawan. Hal itu nantinya akan berdampak pada persepsi wisatawan baik asing maupun domestik.

"Ini untuk menghadirkan rasa tenang kepada wisatawan ketika mereka berkunjung tentu ini akan sangat efektif," kata Taufan.

Sebelumnya, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Dampak Covid-19 Kemenparekraf, Ari Juliano Gema mengatakan, jika seluruh mekanisme sudah tersusun lengkap, proses sertifikasi sudah dapat digelar pada bulan depan.

Ari mengatakan, seluruh mekanisme secara jelas akan disampaikan oleh Kemenparekraf jika sertifikasi CHSE siap dibuka. "Ini bersifat sukarela untuk hotel dan usaha pariwisata lainnya dan tidak dipungut biaya," kata Ari.

Sesuai rencana dari Kemenparekraf, pada Agustus 2020, pemerintah fokus untuk mensosialisasikan dan uji coba sertifikasi CHSE di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

Pada sektor pariwisata di antaranya mencakup hotel, restoran, destinasi daya tarik, homestay, usaha perjalanan wisata, pemandu, SPA, MICE, serta wisata minat khusus. Adapun untuk ekonomi kreatif yakni menjangkau bioskop, seni pertunjukan, musik, seni rupa, fesyen, kuliner, kriya, fotografi, dan permainan.

Adapun soal pembukaan destinasi di setiap daerah, Ari menegaskan hal itu merupakan kewenangan pemerintah daerah. Pemerintah pusat melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 hanya memberikan arahan dan pertimbangan terutama terkait zonasi daerah penyebaran virus. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement