REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Pejabat Kesehatan Palestina mengatakan Jalur Gaza akan tetap menerapkan karantina wilayah atau lockdown setidaknya hingga 30 Agustus. Perpanjangan pembatasan kegiatan ini dilakukan setelah laporkan dua kematian dan 26 kasus Covid-19 dalam wabah publik pertama di Palestina.
Dua hari lalu, empat kasus pertama ditemukan di kamp pengungsi di wilayah seluas 360 kilometer persegi. Kondisi ini membuat otoritas setempat memberlakukan penguncian selama 48 jam dan tidak ada infeksi di luar fasilitas karantina perbatasan.
Tapi sejak Rabu (26/8) malam, pejabat kesehatan mengatakan 26 orang di beberapa lokasi dinyatakan positif Covid-19 dan dua pasien telah meninggal. Peristiwa ini menjadi sebuah tanda pandemi telah menembus isolasi paksa yang diterapkan di Jalur Gaza.
Infeksi baru menambah kekhawatiran di antara organisasi kesehatan lokal dan internasional. Penyebaran virus corona menambah kombinasi kemiskinan yang berpotensi bencana di Gaza dengan kamp pengungsi yang padat penduduk dan kapasitas rumah sakit yang terbatas.
Masjid, sekolah, dan sebagian besar bisnis telah diperintahkan ditutup. Pihak berwenang telah menginstruksikan warga Gaza untuk tinggal di rumah dan memakai masker jika perlu berbelanja kebutuhan pokok.
Kepala Subdelegasi Gaza dari Komite Internasional Palang Merah, Ignacio Casares Garcia, mengatakan rumah sakit dan pusat kesehatan di wilayah itu tidak memiliki peralatan medis dan obat yang memadai untuk perawatan pasien Covid-19. "Sistem perawatan kesehatan Gaza tidak akan dapat menangani lebih dari beberapa lusin pasien virus korona," katanya menyerukan lebih banyak bantuan internasional.
Wilayah sepanjang 40 kilometer yang dijalankan oleh kelompok Hamas ini telah ditutup dari dunia luar oleh tembok Israel, menara pengawas dan kapal perang di sepanjang 90 persen perbatasan dan garis pantainya. Kondisi serupa pun terjadi di bagian jalur selatan oleh Mesir.
Kedua negara memberlakukan pembatasan ketat pada pergerakan masuk dan keluar Gaza dengan alasan masalah keamanan. Hamas selaku pihak yang menjalankan pemerintahan di Jalur Gaza dianggap sebagai organisasi teroris oleh Israel dan Amerika Serikat.