REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sistem pendidikan perguruan tinggi di Indonesia hingga saat ini masih mengembangkan keilmuan yang linear dan monodisiplin. Hal ini menurut Ketua Senat UIN Sunan Kalijaga (Suka) Yogyakarta, Siswanto Masruri, mengakibatkan pola pikir yang dikotomik.
Untuk itu, ia menilai Indonesia perlu untuk mengambil langkah cepat untuk melahirkan kebijakan di bidang pengembangan keilmuan non linear. Dengan begitu, kata Siswanto, semua bidang keilmuan dapat saling bergandengan dengan luwes dalam menyelesaikan permasalahan akibat perubahan zaman yang terus terjadi.
Ia mencontohkan terkait pandemi Covid-19, yang mana penyelesaiannya harus dilakukan dengan multidisiplin ilmu. Ia menuturkan, permasalahan tersebut tidak akan terselesaikan dengan baik jika masih berkutat pada keilmuan yang linear dan monodisiplin, khususnya perguruan tinggi.
"Permasalahan peradaban kekinian yang begitu kompleks seperti kesenjangan, kemiskinan, ketidakadilan di semua bidang, kekerasan, pelecehan, radikalisme, dan terorisme juga tidak akan bisa terselesaikan dengan baik, jika pendidikan perguruan tinggi masih dituntut belajar keilmuan yang linear bagi setiap orang," katanya, dalam seminar nasional yang digelar secara virtual sejak 25-26 Agustus 2020.
Ia menyebut, keilmuan non linear lebih kaya akan perspektif dibandingkan keilmuan linear. Terlebih di era disrupsi yang ditandai dengan cepatnya perkembangan teknologi informasi, yang mana keilmuan non linear dapat memberikan sumbangsih pada dunia akademis dan masyarakat luas secara bersamaan.
"Selain memperkaya lokalitas khazanah keilmuan bangsa Indonesia, keilmuan non linier akan lebih mampu membentengi masyarakat awam Indonesia dari berita hoaks yang masif peredarannya dan tidak teruji secara ilmiah," jelas dia.
Guru Besar UIN Suka, Amin Abdullah mengatakan, era disrupsi akibat revolusi industri 4.0 di negara-negara maju sangat berimbas ke Indonesia. Menurutnya, seluruh disiplin keilmuan yang bersifat spesialis, menjadi berlebihan mengalami disrupsi dalam menghadapi perubahan sosial akibat revolusi industri.
Hal tersebut, katanya, juga menjadikan keilmuan linear menjadi kedaluarsa. Sehingga, tidak cukup untuk memecahkan permasalahan yang saat ini begitu kompleks.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Indonesia, Sulistiyowati Irianto mengatakan, perubahan teknologi dan sains di dunia global berpengaruh terhadap semua bidang kehidupan. Sehingga, menuntut manusia untuk dapat menyesuaikan diri agar tidak tertinggal akan perkembangan zaman yang terus terjadi.
"Maka kebijakan linieritas keilmuan harus segera diakhiri karena menjadi penghalang karir ilmuwan. Di samping itu juga berdampak pada lemahnya pengembangan kelembagaan di Indonesia," ujarnya.