REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Perdana Menteri sementara, Hassan Diab mengatakan, Lebanon berisiko kehilangan kendali atas pandemi virus corona setelah ledakan di pelabuhan Beirut pada 4 Agustus. Dua minggu setelah ledakan, Lebanon mencatat peningkatan kasus virus corona sebesar dua kali lipat.
"Jumlah kasus meningkat pesat, dan jika ini terus berlanjut kamu akan kehilangan kendali atas epidemi ini," ujar Diab.
Lebanon mencatat 557 kasus baru virus corona dan satu kematian pada Rabu (26/8). Pada hari sebelumnya, negara tersebut mencatat rekor 12 kematian dalam 24 jam. Peningkatan jumlah kasus virus corona diduga menyebar di rumah sakit yang menjadi tempat perawatan para korban ledakan.
Menteri Kesehatan untuk pemerintahan sementara Lebanon, Hamad Hassan mengatakan, kapasitas rumah sakit perlu ditingkatkan untuk membantu memerangi peningatan kasus virus corona. Pemerintah telah memberlakukan lockdown secara parsial untuk mencegah penyebaran virus corona, termasuk jam malam dari pukul 18.00 hingga 06.00 pagi waktu setempat.
Pemberlakuan jam malam tersebut masih memungkinkan petugas untuk membersihkan puing-puing akibat ledakan, melakukan perbaikan, dan memberikan bantuan kepada warga yang terdampak. Sementara itu, bandara di Lebanon tetap dibuka namun para pendatang harus mengikuti tes PCR ketika mendarat maupun meninggalkan negara itu.
Di tengah meningkatnya kasus virus korona, asosiasi yang mewakili hotel, bar, kafe, dan restoran akan memboikot pemberlakuan jam malam. Sebuah aplikasi pesan-antar makanan menyatakan, mereka akan memulai kembali pengiriman hingga pukul 23.00 malam. Sebelumnya, Presiden Michel Aoun mengatakan, pemerintah sedang membicarakan rencana untuk kembali membuka bisnis dengan aman sehingga roda perekonomian dapat bergerak.