REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Segitiga Institute M. Sukron mempertanyakan motif gerakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang telah dideklarasikan oleh sejumlah tokoh, seperti Din Syamsuddin dan Jenderal (Purn.) TNI Gatot Nurmantyo beberapa waktu lalu.
"Kalau KAMI itu murni gerakan moral, harusnya ketika deklarasi kemarin, jangan ada poster yang menyuarakan pemakzulan presiden. Apalagi, ada tokoh seperti Gatot Nurmantyo yang pada tahun 2019 gagal jadi calon presiden," kata Sukron dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (27/8).
Mengenai sindiran Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri terkait dengan banyak yang ingin jadi presiden, menurut Sukron, sangatlah kontekstual. Berbagai kritik dan usulan yang disampaikan KAMI nyatanya berujung pada desakan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur.
"Jadi, sindiran yang disampaikan Bu Mega itu sangat mengena," katanya.
Sukron menilai apa yang dilakukan oleh KAMI saat ini akan mengingatkan publik atas salah satu tokoh yang membentuk Ormas Nasional Demokrat. Kala itu menggandeng sejumlah tokoh, termasuk Anies Baswedan yang saat ini ormas itu telah berubah menjadi partai.
"Jadi, perlu kita mencatat soal kemurnian gerakan ini. Kalau memang dia gerakan moral, dia tidak akan berubah menjadi partai seperti NasDem dulu," tukasnya.
Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri mengomentari deklarasi dan pernyataan sikap KAMI. Menurut dia, KAMI sepertinya refleksi banyaknya orang yang ingin menjadi presiden.
Komentar Megawati itu disampaikan dalam pidatonya di pembukaan Sekolah Calon Kepala Daerah (Cakada) Gelombang II Menuju Pilkada Serentak 2020 secara daring, Rabu (26/8).
"'Kan suka begitu sekarang. Saya suka ketawa. 'Kan banyak orang ini 'kan, kemarin-kemarin ada pemberitaan, ada orang yang bentuk KAMI," kata Megawati.
Ia melanjutkan, "Wah, KAMI itu kayaknya banyak banget yang kepingin jadi presiden. Ya, daripada bikin seperti itu, kenapa, ya, dari dulu nggak cari partai?"
Megawati menegaskan bahwa aturan di Indonesia sesuai dengan tata kenegaraan pemerintahan. Untuk mengikuti pemilu maupun pilkada, lanjut dia, seseorang harus mendapatkan dukungan partai politik.