REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Erick Thohir mengungkapkan bahwa Indonesia telah menjalin kerja sama dengan China dan Uni Emirat Arab (UEA) terkait pengadaan vaksin Covid-19. Erick mengatakan Indonesia akan memperoleh 30 juta vaksin baik dari kerja sama dengan Sinovac China, maupun dengan G42 Uni Emirat Arab (UEA).
"Kalau satu orang membutuhkan dua dosis, sehingga ada 15 juta orang yang bisa divaksin di akhir tahun 2020 jika uji klinisnya berjalan dengan baik," kata Erick dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Kamis (27/8).
Sementara itu di tahun 2021, Erick mengatakan, pemerintah tengah mengatur berapa jumlah vaksin yang dibutuhkan. Ia memperkirakan sebanyak 290 hingga 340 juta vaksin akan disediakan pada 2021 mendatang. "Kami tekankan ada dua kali dosis penyuntikan dengan jeda waktu dua minggu," ujarnya.
Ia menambahkan, tadinya vaksin tersebut baru hanya berlaku untuk usia 18 hingga 59 tahun. Namun dari konfirmasi terakhir yang ia peroleh, usia di atas 59 dan di bawah 18 tahun sudah bisa menerima vaksin tersebut.
Kendati demikian, vaksin yang ditemukan hari ini tidak berlaku untuk selamanya. Vaksin tersebut diketahui memiliki jangka waktu enam bulan sampai dua tahun. "Jadi bukan vaksin yang disuntik selamanya," ungkap Menteri BUMN tersebut.
Pemerintah berkomitmen untuk terus berupaya mengadakan vaksin Covid-19 sendiri. Oleh karena itu Erick mengungkapkan bahwa kerja sama dengan perusahaan farmasi dan manufaktur vaksin Covid-19 China bukan hanya sekadar RI membeli tetapi juga inign adanya transfer pengetahuan dan teknologi.
"Kita ingin bekerjasama tidak hanya dalam proses memproduksi, tapi juga ingin adanya transfer teknologi untuk penggunaan atau producing vaksin Covid-19 ini," ujarnya.