Kamis 27 Aug 2020 14:26 WIB

Pelaku Penembakan Masjid Christchurch Tolak Bantuan Psikolog

Brenton Tarrant menolak bantuan konseling dengan psikolog

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Brenton Tarrant menolak bantuan konseling dengan psikolog. Ilustrasi.
Foto: John Kirk-Anderson/Pool Photo via AP
Brenton Tarrant menolak bantuan konseling dengan psikolog. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Pelaku penembakan masjid di Christchurch, Brenton Tarrant, menolak bantuan konseling dengan psikolog. Dalam sebuah laporan pra-hukuman, Tarrant mengatakan bahwa jika diperlukan dia akan menganalisis perilakunya sendiri.

“Dia berkata bahwa dia tidak menginginkan bantuan. Dia menegaskan para profesional tidak memiliki pelatihan atau keahlian untuk menangani masalah-masalahnya," kata jaksa penuntut Mark Zarifeh.

Baca Juga

Zarifeh mengatakan Tarrant pernah menyatakan bahwa dia merasa bersalah ketika melakukan konseling dengan psikiater. Namun psikiater yang bersangkutan mengatakan sangat sulit mengukur kedalaman perasaan Tarrant dan kejujurannya. Zarifeh menambahkan Tarrant menyangkal bahwa dia telah berperilaku rasis atau xenofobia.

Pada Kamis (27/8), Tarrant divonis hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat oleh Pengadilan Tinggi Selandia Baru. Wajah Tarrant tidak menunjukkan ekspresi apapun ketika hakim membacakan vonis hukuman terhadap dirinya.

Ini adalah pertama kalinya Selandia Baru menjatuhkan hukuman paling berat terhadap seorang pelaku kejahatan. Tarrant mengaku bersalah atas 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan, dan satu dakwaan melakukan tindakan terorisme ketika melakukan penembakan secara brutal pada Maret 2019.

Saat memutuskan hukuman, Hakim Pengadilan Tinggi Cameron Mander mengatakan dia mempertimbangkan pengakuan bersalah Tarrant. Namun Mander tidak dapat menerima jika Tarrant tidak mengakui ideologi yang dianutnya.

"Namun, menurut pengamatan saya, Anda tetap sepenuhnya mementingkan diri sendiri. Anda tidak menawarkan permintaan maaf atau pengakuan publik atas kerugian yang Anda timbulkan," ujar Mander.

Tarrant telah merencanakan penembakan itu selama berbulan-bulan. Dilansir BBC, Tarrant mengumpulkan informasi tentang masjid di Selandia Baru. Dia juga mempelajari denah masjid, lokasi, dan detail lebih lanjut.

Pelaku menargetkan masjid yang paling ramai di Selandia Baru. Beberapa bulan sebelum melakukan serangan, dia melakukan perjalanan ke Christchurch dan menerbangkan drone di atas masjid Al-Noor yang menjadi target utama.

Selain menyerang dua masjid itu, dia juga berencana menargetkan Masjid Ashburton. Pada saat penyerangan, Tarrant menembak orang-orang yang ada di jalan saat mereka mencoba melarikan diri dari masjid Al-Noor. Tarrant mengaku berencana membakar masjid setelah melakukan aksi penembakan.

Tarrant sebelumnya tidak memiliki catatan kriminal. Namun hakim mengatakan, hal tersebut tidak dapat mengurangi hukuman pelaku kejahatan asal Australia itu.

"Saya tidak menganggap, berapa lama pun masa penahanan Anda selama hidup Anda, tidak dapat menebus apa yang telah Anda lakukan," kata Mander.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement