REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah meneken kontrak pengadaan vaksin Covid-19 dari Sinovac meski uji klinis masih berlangsung. Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menilai pemerintah tampak tergesa-gesa dalam memilih produsen vaksin.
Sukamta mengingatkan, vaksin belum selesai uji klinik fase ketiga. Namun belum ada satupun yang menyatakan menemukan vaksin yang menangkal virus Covid-19.
“Pemerintah terkesan terburu-buru dengan memutuskan vaksin produksi Sinovac yang akan digunakan. Padahal uji klinis tahap 3 yang dilakukan Sinovac bekerjasama dengan Biofarma belum keluar hasilnya," kata dia pada Republika.co.id, Kamis (27/8).
Legislator asal Yogyakarta ini juga mengingatkan penelitian-penelitian terbaru menunjukan bahwa Covid-19 mengalami mutasi. Sehingga, dimungkinkan ketika uji klinis tahap 3 berhasil namun pada saat vaksinasi secara massal Covid-19 telah bermutasi berbeda.
Sukamta menilai, sikap pemerintah ini memengaruhi psikologi masyarakat dan khususnya pelaku bisnis. Yakni dengan memberikan keyakinan bahwa pemerintah di jalan yang benar dalam penanganan Covid-19 setelah mengadakan perjanjian komitmen penyediaan vaksin.
"Langkah pemerintah ini bisa menjadi blunder di kemudian hari apabila ternyata vaksin Covid-19 ini tidak efektif. Sehingga berdampak pada rentannya kesehatan masyarakat dan kerugian negara," ujar dia.
Ia berharap kesehatan masyarakat tetap menjadi prioritas utama pemerintah. Sehingga kehati-hatian diterapkan dalam menentukan vaksin. "Vaksin harus benar-benar tepat dan efektif untuk melindungi masyarakat di Indonesia,” ujarnya menambahkan.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah melalui kementrian BUMN dan Kemenlu telah menjalin kerja sama produksi vaksin Covid-19 dengan perusahaan asal China, Sinovac. Alasan pemerintah memilih Sinovac berdasarkan pada berpengalaman Sinovac dalam hal pengembangan vaksin SARS. Kemudian, mempunyai produk yang memenuhi pre-kualifikasi WHO dan kesamaan platform produksi dengan Bio Farma yakni inactivated vaccine.