REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ilmuwan menemukan bahwa gletser alias bongkahan es besar di Pluto ternyata komposisinya terus berubah seiring perubahan musim. Bongkahan es di planet kerdil itu terkadang meluas dan terkadang menciut.
Penelitian itu dipimpin oleh ilmuwan planet Helen Maynard-Casely dari Bragg Institute di Australian Nuclear Science and Technology Organization (ANSTO). Mereka menggunakan data penerbangan Pluto Juli 2015 dari misi New Horizons NASA.
Maynard-Casely dkk menganalisis foto-foto puncak gunung es di permukaan Pluto dan mensimulasikan kondisi di permukaannya itu dengan menggunakan Wombat, sebuah neutron difraktometer berintensitas tinggi di Pusat Australia untuk Hamburan Neutron (ANSTO). Itu adalah studi ekspansi termal pertama metana dan nitrogen pada Pluto.
Dalam simulasi tersebut, mereka mengamati perubahan dalam kepadatan molekul metana dan nitrogen sebagai respons terhadap perubahan suhu. Gletser Pluto terdiri dari metana dan nitrogen padat yang beku.
“Nitrogen sebenarnya memiliki dua struktur kristal dalam kisaran suhu yang terlihat di Pluto. Nitrogen sangat menarik karena molekulnya memiliki kemampuan untuk mendingin menjadi struktur yang teratur, yaitu fase nitrogen alfa, dan pada titik ini, terjadi penurunan volume yang besar
"Sedangkan pada suhu yang sedikit lebih tinggi, sekitar 44 Kelvin [minus 229,5 Celsius], molekul nitrogen berputar bebas dalam keadaan plastik,” kata Maynard-Casely dalam laporannya yang dipublikasikan di jurnal IUCrJ, sebagaimana dikutip Spaceflight Insider Rabu (26/8).
Saat suhu Pluto menghangat, molekul metana dan nitrogen yang membentuk gletsernya berubah orientasi dan bergerak. Sehingga menyebabkan gletser mengembang.
“Lenyaplah pemikiran bahwa Pluto adalah dunia yang mati. New Horizons telah mengambil bukti bahwa planet kerdil itu telah aktif secara geologis selama empat miliar tahun hidupnya," ucapnya.