REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj menjelaskan, keruntuhan Utsmaniyah telah diprediksi dan diantisipasi KH Hasyim Asy'ari.
Menurut dia, runtuhnya Utsmani disusul dengan berdirinya negara Turki dengan sistem nasionalis sekuler, yakni tidak memedulikan agama. Kala itu, banyak hambatan dalam penerapan praktik agama pada kehidupan sehari-hari. Sementara itu, keruntuhan kekhalifahan juga membuat dunia Islam goncang karena seakan-akan Islam kehilangan pemimpin. Munculnya partai nasionalis sekuler, yakni partai Ba'ath, di Suriah hingga Ikhwanul Muslimin di Mesir menjadi babak baru munculnya konflik di Timur Tengah.
Untuk melawan arus sekulerisme dan liberalisme dalam berbangsa dan bernegara, dikeluarkanlah jargon “Hubbul Wathan Minal Iman” guna mengharmoniskan hubungan agama dengan negara sehingga menjadi bangsa yang nasionalis religius. Eratnya hubungan agama dan negara ini menurut Kiai Said tak ditemukan di negara-negara Timur Tengah.
Dalam webinar nasional untuk memperingati hari lahir ke-29 Unisnu Jepara, beberapa waktu lalu, Kiai Said mengingatkan kembali jika para ulama terdahulu berhasil membangun konsep persaudaraan sesama umat Islam (ukhuwah Islamiyah), persaudaraan sesama anak bangsa (ukhuwah wathaniyah), dan persaudaraan sesama manusia (ukhuwah insaniyah).
Tiga hal ini juga menjadi kunci keberhasilan dalam menyelesaikan setiap persoalan bangsa tanpa pertikaian ataupun pertumpahan darah. Hal ini berbeda dengan kondisi negara-negara di Timur Tengah yang hingga kini belum mampu mengimplementasikan konsep tersebut dalam berbangsa. Alhasil, banyak negara di Timur Tengah mengalami konflik hingga berujung pertumpahan darah. "Sejak dulu dan seterusnya kita membangun kekuatan dua kelompok, yaitu kelompok religius santri dan kelompok nasionalis. Ayo kita bangun bangsa ini."