REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Bambang Noroyono, Dian Fath Risalah
Pengusutan Jaksa Pinangki Sirna Malasari oleh Kejaksaan Agung dan pemeriksaan tiga jenderal kepolisian oleh Bareskrim Polri menimbulkan pertanyaan. Mungkinkan Kejaksaan dan Polri bersikap transparan dalam kasus yang terkait Djoko Tjandra tersebut?
Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan menilai kasus Jaksa Pinangki yang menemui Djoko Tjandra dan kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra perlu ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tujuannya agar penanganan kasus bisa independen.
"Tak hanya kasus di Kejaksaan, tapi juga di Bareskrim sebaiknya ditangani KPK," kata Hinca saat dihubungi Republika terkait penanganan kasus Pinangki dan Red Notice, Jumat (28/8).
Hinca merujuk pada pasal 10A Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Dalam pasal 10A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK disebutkan bahwa KPK berwenang mengambil alih penyidikan dan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan. Pengambilalihan itu bisa dilakukan atas beberapa alasan, yakni laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti, proses penanganan tindak pidana korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dan penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya.
Di samping itu, KPK juga bisa menangani bila penanganan tindak pidana mengandung unsur tindak pidana korupsi, hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif, serta keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabakan.
Hinca menekankan, penuntasan kasus ini dengan melibatkan KPK ini tidak menimbulkan conflict of interest di lingkungan Kejaksaan Agung. Karena melibatkan jaksa sebagai tersangka, begitu juga lingkungan Bareskrim yang memeriksa tiga polisi sebagai tersangka.
"Saatnya Polri dan Kejaksaan Agung berinisiatif dan iklas menyerahkan penanganan kasus ini ke KPK," ujar dia.
Kejaksaan Agung sudah menolak menyerahkan penyidikan tersangka jaksa Pinangki ke KPK. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Hari Setiyono menegaskan, agar KPK tak mencampuri proses penyidikan Korps Adhyaksa dalam mengungkap skandal hukum upaya fatwa bebas untuk terpidana korupsi Djoko Sugiarto Tjandra.
“Penyidikan masing-masing institusi, mempunyai kewenangan. Jadi tidak ada yang dikatakan inisiatif menyerahkan perkara ke institusi lainnya,” kata Hari, Kamis (27/8). Kata Hari, semestinya KPK menengok aturan main dalam penanganan kasus. Meskipun KPK, dikatakan Hari sebagai institusi khusus penanganan korupsi, akan tetapi Kejakgung, juga punya koor penyidikan yang sama.
“Perlu diketahui juga, kami di Kejaksaan Agung, juga ada penyidik tindak pidana korupsi. Penuntut umumnya, juga ada di sini,” kata Hari menambahkan. Pun di KPK, kata Hari, sebagian penyidik, serta para penuntutnya, juga berasal dari kejaksaan.
Komposisi penyidik tersebut, yang menurut Hari, membuat Kejakgung punya kompetensi lebih untuk menangani perkara Pinangki. “Karena itu, silakan KPK berkordinasi saja (dengan kejaksaan), dan saling men-support (dukung),” kata Hari.
Hari mempertanyakan kengototan KPK agar Kejakgung menyerahkan kasus korupsi yang melibatkan peran jaksa, seperti yang menyeret Pinangki sebagai tersangka. Kata Hari, jika yang dimaksud KPK, adalah kecurigaan, masyarakat saat ini punya kompetensi untuk menilai setiap penanganan perkara korupsi yang ditangani Kejakgung. “Kami selalu transparan untuk memberitahukan kepada publik setiap prosesnya,” terang Hari.
Jika yang dimaksud KPK adalah kekhawatiran kasus Pinangki berjalan mandek, menurut Hari itu jauh dari fakta. Sebab, Hari menerangkan, penanganan perkara Pinangki yang dilakukan Kejakgung, berproses kilat. Mulai dari pelaporan, dan pemberian sanksi disiplin oleh Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas), pada akhir Juli 2020. Dan dilanjutkan, dengan penetapan Pinangki sebagai tersangka pada Selasa (11/8), dan penahanan pada Rabu (12/8).
Saat ini, pun kata Hari, pengembangan penyidikan di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), sudah menetapkan Djoko Tjandra sebagai tersangka tambahan. “Kami sudah menetapkan dua orang tersangka dalam penyidikan ini. Dan itu sangat cepat sekali,” terang Hari. Sebab itu, kata Hari, ketimbang mengumbar rivalitas dan kecurigaan antar penegak hukum, agar KPK, cukup hanya memberikan dukungan.
Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, menyebut KPK memiliki kewenangan dalam menangani kasus Jaksa Pinangki Malasari. Menurutnya Kejaksaan dan KPK memiliki kewenangan yang sama.
"Saya tidak bicara soal kewenangan. it's oke, sama-sama berwenang," kata Nawawi, Kamis (27/8).
Nawawi menegaskan hanya menyampaikan siapa pihak yang paling pas dalam menangani kasus tersebut agar melahirkan kepercayaan publik. " Saya katakan, siapa yang 'paling pas' menangani agar bisa melahirkan public trust," tutur Nawawi.
"Kepercayaan publik itu hal yang sangat penting. Tapi kalau memang merasa paling berwenang dan mampu melakukannya dengan baik dan transparan, ya silahkan saja. Toh, pada akhirnya, publik yang akan menilainya, " tegas Nawawi.
Indonesia Corruption Watch (ICW) sejak awal meragukan komitmen Kejaksaan Agung dalam menangani perkara yang melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Terlebih lagi banyak kejadian yang menciptakan situasi skeptisisme publik.
"Mulai dari dikeluarkannya pedoman pemeriksaan Jaksa, pemberian bantuan hukum kepada Jaksa Pinangki, dan terakhir terbakarnya gedung Kejaksaan Agung," tutur peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Ahad (23/8).
"Maka dari itu, ICW mendesak agar KPK segera mengambil alih penanganan perkara ini. Sebab, berdasarkan Pasal 11 UU KPK, lembaga antirasuah diberi kewenanganan untuk menangani perkara korupsi yang melibatkan penegak hukum, dalam hal ini Jaksa Pinangki Sirna Malasari," tambahnya.
ICW turut mendesak KPK turut serta mengusut penyebab kebakaran gedung Kejaksaan Agung pada Sabtu (22/8) malam. ICW menilai, pengusutan oleh KPK penting untuk memastikan penyebab kebakaran tersebut.
"KPK penting ikut dalam pengusutan untuk memastikan apakah murni kecelakaan atau justru telah direncanakan pihak tertentu untuk menghilangkan berkas atau barang bukti yang tersimpan di Gedung Kejaksaan Agung," kata kata. Pasalnya saat ini Kejaksaan Agung sedang menangani banyak kasus besar.