Jumat 28 Aug 2020 14:25 WIB

PSBB Picu Kenaikan Perceraian, Ini Analisis Dirjen Badilag

Sebanyak 57 pasangan mengajukan cerai, mayoritas terjadi Kota Semarang dan Surabaya.

Rep: Akhmad Nursyeha/ Red: Erik Purnama Putra
Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung (Dirjen Badilag MA), Aco Nur.
Foto: Akhmad Nursyeha
Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung (Dirjen Badilag MA), Aco Nur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung (Dirjen Badilag MA), Aco Nur, menjelaskan, selama pandemi Covid-19, total perceraian di seluruh wilayah Indonesia mengalami peningkatan. Hal itu disebabkan adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diterapkan hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kondisi itu memaksa aktivitas ekonomi berkurang, hingga memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.

Hanya saja, Aco menjelaskan, ramainya video orang mendaftar untuk cerai sampai antre bukan karena jumlah pasangan yang ingin berpisah melonjak. Hal itu dipicu kebijakan MA yang memutuskan pegawai pengadilan agama (PA) bekerja dari rumah atau work from home (WFH), sehingga terjadi penumpukan jadwal sidang cerai.

“Memang kalau di TV ada bertumpuknya orang di beberapa pengadilan agama. Bertumpuknya ini akibat PSBB yang diterapkan bulan April sampai pertengahan Juni sehingga ada pembatasan pencari keadilan,” ujar Aco di media center PA Jakarta Barat (Jakbar), usai menghadiri peluncuran enam aplikasi inovasi PA Jakbar pada Jumat (28/8). Hadir mendampingi Aco Ketua Pengadilan Tinggi Agama Jakarta M Syarif Mappiasse, Ketua PA Jakbar Mohamad Yamin, dan Wakil Wali Kota Jakbar Muhammad Zen.

Aco menyebutkan, aturan WFH membuat antrean jadwal sidang perceraian menumpuk. Karena itu, saat adaptasi kebiasan baru atau new normal diterapkan dengan pegawai mulai masuk ke kantor maka jadwal sidang menjadi bertumpuk. Alhasil masyarakat yang sempat menunda perceraian juga mulai beramai-ramai mendaftarkan pengajuan cerai. “Sehingga kelihatannya bertumpuk di pengadilan agama,” kata Aco.

Meski tak merinci, Aco mengatakan, pada periode April dan Mei 2020, terlihat pendaftaran cerai masih di bawah angka 20 ribu yang tercatat di PA seluruh Indonesia. Jumlah itu, lantas meningkat pada masa adaptasi kebiasaan baru yang melonjak menjadi 57 ribu perceraian pada Juni hingga Juli 2020. “Itu kenaikan karena kita batasi dan saat new normal akumulasinya bertambah,” ujar dia.

Di antara jumlah provinsi terbanyak penyumbang angka perceraian, Aco menyebut, wilayah Jawa Barat berada di urutan teratas. Kemudian Kota Semarang dan Surabaya menjadi lokasi yang paling banyak mengajukan cerai. "Mayoritas kasus berada di Pulau Jawa, khususnya Jawa Barat, Semarang, dan Surabaya," kata Aco.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement