REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono menanggapi, pihak tersangka kasus dugaaan gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra yaitu Irjen Pol Napoleon Bonaparte yang sampai saat ini mengaku tidak diberikan uang oleh Djoko Tjandra.
"Seperti kemarin diketahui bersama penyidik melakukan rekonstruksi itu salah satu juga upaya untuk mengungkap kasus ini. Perlu kami ingatkan kepada semuanya bahwa penyidik tidak mengejar pengakuan, penyidik bekerja sesuai dengan scientific crime investigation (SCI). Jadi, kami tidak mencari atau mengejar pengakuan," katanya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (28/8).
Sedangkan terkait alasan dan pertimbangan tidak menahan Napoleon, Awi mengatakan, penyidik tentunya tetap berpedoman kepada KUHAP di sana. Sudah diatur kalau memang untuk menahan atau tidak seseorang itu harus ada syarat subjektif dan objektifnya.
"Tentunya penyidik menimbang itu karena memang pengungkapan kasus korupsi itu tidak mudah ya. Ini juga tidak ada kaitannya kalau beliau bintang dua. Murni semua proses penyidikan, semua hak prerogatif. Saya tambahkan, yang sebelumnya kan kasus lain, yang dua tersangka lain itu ditahan karena kasus surat jalan palsu," kata dia.
Sebelumnya diketahui, Kuasa Hukum Irjen Pol Napoleon Bonaparte, Putri Maya Rumanti mengeklaim, terkait pemberian uang yang dari Djoko Tjandra untuk Napoleon itu tidak benar. Kliennya mengeklaim tidak kenal dengan Djoko Tjandra. Jadi, Napoleon tidak terlibat apapun terkait red notice Djoko Tjandra.
"Kemarin sudah disampaikan juga kalau Pak Napoleon tidak pernah menerima uang dari siapa pun, apapun itu tidak pernah. Yang kedua adalah tidak ada red notice yang dicabut oleh Bapak Jenderal Napoleon dan tidak ada kaitan dengan NCB juga. Dia juga tidak kenal Djoko Tjandra," katanya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (28/8). Dia mengatakan, yang sebenarnya kasus itu terjadi adalah pencabutan DPO imigrasi yang memang tidak ada kaitan dengan NCB.