Jumat 28 Aug 2020 17:18 WIB

DKI Perpanjang PSBB Transisi, Pengamat: Sanksi tak Tegas

Pengamat menilai sanksi pelanggaran PSBB transisi kurang tegas.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Bayu Hermawan
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio meminta Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diperketat seperti bulan Maret lalu, atau seperti saat awal Covid-19 merebak. Menurutnya, PSBB transisi seperti yang saat ini kembali diperpanjang untuk kelima kalinya sangat tidak efektif.

"Kalau gak mau dibalikin ke PSBB, ya udah pemerintah gak usah atur-atur lagi aja. Apalagi, gak ada sanksi jelas,’" ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (28/8).

Baca Juga

Agus menilai, aturan yang saat ini berlaku juga sangat tidak progresif. Terlebih, aturan sanksi di Perda juga tidak bisa digunakan, termasuk Keputusan Gubernur yang dianggap tidak berlaku. "Pakai aja UU 12 Tahun 2011 (tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)," katanya.

Dia menegaskan, janji pemerintah saat awal PSBB transisi adalah mengembalikan PSBB kembali jika kasus terus melonjak. Namun, hingga kini tidak ada kejelasan. "Yaudah terserah, menurut saya ngapain lagi diatur. Aturannya juga kan gak jelas, sanksi apalagi," keluhnya.

Dia menilai, sanksi denda yang diberikan terlalu sedikit dibanding kerugian yang akan didapat kelak. Padahal menurut dia, sanksi suatu aturan sebaiknya diberikan sebesar mungkin. "Sanksi itu harusnya besar, biar orang kapok. Kalau seperti ini, menurut saya mending buka saja lagi semuanya," ujarnya.

Ketika ditanya rencana pembukaan bioskop, dirinya menyarankan agar pemerintah pasrah saja. Utamanya dengan membuka semua sektor usaha. "Kalau menurut saya, mending dibuka aja semua, kan negara juga sudah tidak mengatur lagi. Yaudah buka saja, gak usah diatur lagi, buka dan bebaskan saja," katanya.

Dalam dua hari terakhir, Indonesia dan Jakarta khususnya, mengalami penambahan rekor kasus harian tertinggi. Kamis, kemarin, Indonesia mendapat rekor kasus harian baru, sekitar 2.719.

Namun, hari ini, rekor itu kembali terpecahkan dengan jumlah 3.003 kasus disertai jumlah kematian mencapai 105 orang. Jakarta, selama dua hari terakhir juga menjadi daerah dengan total harian terbanyak di Indonesia. Hari ini, Jakarta menghasilkan rekor tertinggi kasus Covid-19 sebesar 820 kasus.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement