REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai Undang-Undang KPK terbaru, yakni UU Nomor 19 tahun 2019, menyulitkan lembaga antikorupsi untuk menangani kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam dugaan suap oleh koruptor Djoko Tjandra. KPK hanya bisa mengusut kasus itu jika Kejaksaan Agung (Kejagung) menyerahkannya.
"Ini bukti kekemahan UU NO.19/2019 UU KPK yang baru yang mengedepankan pendekatan koordinasi sehingga KPK hanya bisa mengharapkan kasus pinangki diserahkan kepada KPK secara sukarela," kata Fickar saat dihubungi Republika, Jumat (28).
Padahal, kata Fickar, UU KPK yang lama sebelum direvisi, supervisor KPK bisa mengambil alih penanganan korupsi baik di kejaksaan msupun di kepolisian. Pengambilalihan kasus dapat dilakukan jika ada pelambanan, conflict of interest, atau korupsi di dalamnya.
"Dengan komisioner KPK Nawawai Pomolango meminta kepada kejaksaan agar kasus pinangki diserahkan kepada KPK ini satu indikasi bhwa dlm penangaban kasus tsb telah terjadi dan tidak memenuhi syarat untuk diambil alih oleh KPK," kata Fickar menegaskan.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengatakan, Kejagung sebaiknya menyerahkan kasus suap Pinangki kepada KPK. "Saya tidak berbicara dengan konsep pengambilalihan perkara yang memang juga menjadi kewenangan KPK sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10A UU Nomor 19 Tahun 2019, tetapi lebih berharap pada inisiasi institusi tersebutlah yang mau menyerahkan sendiri penanganan perkaranya kepada KPK," kata Nawawi.
Namun, Kejgagung menyatakan akan tetap menangani kasus yang melibatkan Pinangki. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejakgung Hari Setiyono, Kejagung sudah melakukan koordinasi dan supervisi dengan KPK dalam penanganan kasus Pinangki. Dia pun menyebut tak ada istilah inisiatif penyerahan kasus.
"Jadi tidak ada yang tadi dikatakan ada inisiatif menyerahkan, tapi mari kita kembali kepada aturan, kita sudah melakukan koordinasi dan supervisi," kata Hari, Kamis (27/8).
Sedangkan kasus red notice dan surat jalan yang melibatkan perwira polisi Prasetijo Utomo dan Napoleon Bonaparte juga masih dalam penanganan Bareskrim. Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri masih memeriksa seluruh tersangka.