Jumat 28 Aug 2020 21:20 WIB

Regulasi Baru Diharapkan Melindungi Kepentingan Rakyat

GAMKI menyoroti RUU Ciptaker yang tengah jadi kontroversi.

Kontroversi omnibus law (Ilustrasi)
Foto: Republika
Kontroversi omnibus law (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pada berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo meminta agar lapangan kerja dapat tercipta seluas-luasnya bagi semua masyarakat. Dengan demikian, akan tercipta kondisi masyarakat Indonesia yang bisa bekerja di negerinya sendiri. 

"Kondisi sekarang banyak orang yang mencari kerja ke luar negeri, itu karena saat ini jumlah yang menganggur mencapai tujuh juta orang lebih. Ini data sebelum Covid-19, mungkin sekarang sudah bertambah," demikian kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil saat menjadi narasumber dalam Diskusi Online mengenai Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU CK) dengan Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI).

Pada diskusi yang dipandu oleh Junaidi S. Hutasoit selaku Kepala Bidang Infrastruktur Pertanahan Kanwil BPN Provinsi Kep. Riau ini, Menteri ATR/Kepala BPN mengatakan, Indonesia merupakan negara yang mempunyai terlalu banyak regulasi sehingga menghambat terciptanya lapangan kerja. Tercatat ada 79 Peraturan Perundang-Undangan yang terkait penciptaan lapangan kerja. 

"Tidak semuanya, pasal per pasal. Jika ini kita perbaiki, maka akan membuka lapangan kerja serta menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kemudahan berusaha," ujar Sofyan A. Djalil.

RUU CK merupakan bentuk respons pemerintah terhadap problematika yang ada di masyarakat. Namun, ada beberapa golongan masyarakat yang belum memahami betul maksud dari RUU ini. 

"Ada miskomunikasi dari pemerintah kepada masyarakat. RUU ini merupakan niat yang sangat mulia dalam mengatasi kurangnya lapangan kerja. Dalam RUU ini juga akan mendorong usaha kecil agar mendapat kesempatan untuk berkembang dan salah besar jika RUU ini pro ke pengusaha besar. Intinya memberikan kemudahan bagi mereka yang mau berusaha," klaim dia.

Masih menurut Sofyan, tidak benar jika RUU ini mendorong terjadinya alih fungsi lahan sawah. Menurut Menteri ATR/Kepala BPN, setiap tanah pertanian yang telah ditentukan menjadi sawah abadi harus ada peta digitalnya sehingga nanti jika ingin dikonversi akan ada alert sehingga bisa dicegah. 

"Untuk isu relaksasi tata ruang akan dibuat apabila Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tidak memenuhi syarat. Dalam RUU ini juga kami menggagas bank tanah. Bank tanah didasari karena negara tidak punya tanah, padahal kita perlu membangun infrastruktur dan menciptakan kota-kota yang friendly bagi masyarakat kita. Selain itu, dalam HPL 90 tahun, ini dasarnya tanah negara. Yang pengelolaannya diberikan kepada instansi pemerintah dan diatasnya dapat diberikan hak lain," ujarnya.

Sekretaris Umum DPP GAMKI Sahat Martin Philip Sinurat menyampaikan, RUU Cipta Kerja saat ini masih menjadi pro kontra di tengah masyarakat. Menurut Sahat, salah satu alasannya karena masyarakat masih belum memahami secara menyeluruh isi dari RUU Cipta Kerja.

"Ada beberapa isu yang menjadi perhatian masyarakat khususnya yang berkaitan dengan klaster agraria, antara lain adanya alih fungsi lahan sawah, memperparah konflik agraria, memperbesar ketimpangan kepemilikan lahan, dan praktik penggusuran demi investasi," kata Sahat.

Sahat berharap pemerintah dapat menjelaskan secara jelas dan baik kepada masyarakat tentang izin konversi tanah pertanian ke non-pertanian, penambahan kategori kepentingan umum untuk pengadaan tanah, dan jangka waktu hak pengelolaan atas tanah.

"Adanya diskusi online ini kami harapkan dapat memberikan penjelasan secara lebih mendalam kepada masyarakat. Dan GAMKI meminta pemerintah selalu mengutamakan kepentingan rakyat dalam setiap penyusunan kebijakan dan regulasi," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement