Ahad 30 Aug 2020 09:43 WIB

BNI Telah Salurkan Kredit Dana PEN Rp 12,03 Triliun

Mayoritas dana PEN disalurkan ke sektor usaha kecil senilai Rp 6,95 triliun.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk telah merealisasikan penyaluran kredit dari dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 12,03 triliun per 24 Agustus 2020.
Foto: BNI
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk telah merealisasikan penyaluran kredit dari dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 12,03 triliun per 24 Agustus 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk telah merealisasikan penyaluran kredit dari dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 12,03 triliun per 24 Agustus 2020. Nilai tersebut sudah 2,4 kali dari  penempatan dana pemerintah ke BNI sebesar Rp 5 triliun.

Vice President Investor Relations BNI Roekma Hariadji mengatakan mayoritas dana PEN disalurkan ke sektor usaha kecil senilai Rp 6,95 triliun atau 57,8 persen dari kredit yang dikucurkan dalam rangka program PEN. 

Baca Juga

“Kredit yang diberikan ke sektor kecil terutama mengalir ke sektor perdagangan, pertanian, dan jasa. BNI memonitor dengan ketat pengucuran kredit PEN ini untuk memastikan kualitas kredit tersebut,” ujarnya kepada wartawan, Ahad (30/8).

Tercatat hingga Juli 2020 perseroan masih mencatatkan penyaluran kredit yang masih tumbuh positif. Likuiditas masih terjaga di bawah 90 persen perseroan masih memiliki ruang untuk mendorong pertumbuhan kredit ke depan. 

"Kredit kami sampai Juli tumbuhnya sebesar 4 persen. Dalam perjalanannya, likuiditas masih terjaga, sehingga kami masih punya room permodalan untuk menumbuhkan kredit kami, target tahun ini 4-5 persen,” ucapnya.

Dia juga menjelaskan, perseroan memprediksi dalam skenario terburuk, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) sampai dengan akhir tahun ini berpotensi naik ke level 4,5 persen. "Per Juli, NPL kami memang sudah 3,1 persen, ke atasnya mungkin akan mengalami kenaikan, bisa sampai 4,5 persen yang harus kami antisipasi sampai akhir tahun," imbuh dia.

NPL yang diproyeksi pada tahun ini merupakan kontribusi dari debitur yang sudah mengalami masalah sebelum pandemi Covid-19. Debitur tersebut tidak bisa diklasifikasikan untuk diberi restrukturisasi berdasarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/2020, sehingga akan dimasukkan dalam kredit macet.

"Sebelum Covid-19 kalau familiar, loan at risk kami 8 persen, sekarang naik ke 10 persen. Sekarang ada program restrukturisasi untuk debitur bermasalah akibat Covid, sedangkan NPL yang kami proyeksi 2020 kontribusi dari yang sebelum Covid sudah dalam kondisi stress," ucapnya.

Roekma menambahkan sejak awal masa pandemi Covid-19, perseroan memperkirakan kinerja akan mengalami tekanan yang signifikan. Namun hingga paruh pertama tahun ini berdasarkan laporan keuangan BNI masih menunjukkan kinerja yang tidak seperti perkiraannya. 

"Dengan perkembangan per Juni, performa kami tidak seburuk yang diperkirakan, NII masih tumbuh, fee based tumbuh. Kualitas aset kami tidak seburuk yang kami perkirakan, opex bisa dijaga, mudah-mudahan jika sesuai skenario, pada kuartal III kami proyeksi bottom-nya dan kuartal IV mulai pulih," ucapnya.

Maka itu, BNI menjaga kualitas kredit tetap rendah dengan konservatif membentuk pencadangan. Langkah tersebut dilakukan untuk mengantisipasi pemburukan kualitas kredit. Adapun pencadangan perseroan hingga semester satu 2020 sebesar Rp 7 triliun. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement