Ahad 30 Aug 2020 15:22 WIB

Harta Bukan Pertimbangan Utama untuk Memilih Jodoh

Pertimbangan utama untuk memilih jodoh adalah agama.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Harta Bukan Pertimbangan Utama untuk Memilih Jodoh. Foto: Pernikahan Ilustrasi
Foto: Republika/Prayogi
Harta Bukan Pertimbangan Utama untuk Memilih Jodoh. Foto: Pernikahan Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Harta bukan faktor penentu meski Rasulullah menempatkan di urutan pertama yang mesti dipertimbanga dalam hal memilih jodoh. Karena keberadaan harta ibarat bayangan yang satu saat bisa lenyap dalam waktu sekejap.

"Harta sebagaimana disebutkan oleh banyak ulama adalah bayangan, yang keberadaannya tidak tetap, kadang ada kadang tidak ada. Kadang ada di depan, ada di belakang, di kiri dan ke kanan. Ia berpindah-pindah," kata Ustaz Ahmad Zarkasih Lc dalam bukunya "Menakar Kufu Dalam Memilih Jodoh".

Baca Juga

Ustaz Ahmad mencontohkan, bayangan itu kalau pagi ada di sebelah barat, nanti

siang di tengah, sore nanti ada di sebelah timur, nanti malam sudah tidak ada. Begitulah harta, tidak pernah pasti dan selalu berpindah-pindah.

"Artinya kalau memang ingin menjadikan harta sebagai pertimbangan utama dalam memilih pasangan atau jodoh yang harus tanggung risiko, bahwa harta itu tidak akan kekal keberadaanya, tidak selalu ada," katanya.

Suatu waktu orang akan berada di posisi tinggi, kekayaan banyak, harta berlimpah. Tapi bukan tidak mungkin pada suatu hari dia jatuh terpuruk, jatuh kebawah tanah tak lagi punya harta dan tak lagi punya jabatan.

Karenanya, kalau hanya harta yang dijadikan faktor utama bersiap-siap akan menanggung kehancuran jika nanti harta tiada. Ini mungkin ada dikatakan oleh banyak orang-orang kampung "Ada harta abang disayang, tidak ada harta abang ditendang"

Berapa berapa banyak orang yang punya harta berlimpah, tinggi kedudukannya, bisa membangun rumah megah dan mewah atau bahkan gedung tinggi menjulang mencakar langit. Tapi gedung yang tinggi itu kemudian bisa hancur seketika tak bersisa hanya dengan gempa hanya dua menit saja.

Apakah harta yang banyak itu bisa menahan gempa? Maka dari itu kata Ustaz Ahmad mempersilakan cari yang banyak harganya! Silakan cari yang melimpah kekayaannya! Akan tetapi itu semua bukan faktor yang menjadikan keluarga ini bahagia.

"Berapa banyak keluarga yang banyak hartanya akan tetapi pun tidak bisa melahirkan kebahagiaan serta ketenangan dalam keluarga. Tidak juga bisa," katanya.

Keluarga tersebut berjalan sebagaimana layaknya keluarga yang baik. Tapi sebaliknya kita bisa mendengarkan tawa riang dan canda penuh kegembiraan di rumah bambu, di bilik-bilik reot, bahkan di bawah kolong jembatan.

Artinya kata dia, memang kebahagiaan dan ketenangan tidak hanya didominasi oleh orang yang punya harta karun harta tidak mampu untuk membeli ketenangan dan juga tidak bisa menghantarkan kebahagiaan mutlak.

Kata Ustaz Ahmad, kalau harta benar dijadikan pertimbangan utama dalam memilih jodoh, sampai sekarang sayangnya kita tidak mempunyai standar siapa yang kita sebut kaya dan siapa yang kita sebut punya harta berlimpah.

Karena nafsu terus berkembang, nafsu ingin terus bertambah. Orang yang kita lihat kaya raya ternyata masih juga merasa kekurangan dan orang yang kita

lihat sudah punya banyak akan tetapi dalam dirinya dia masih ingin punya yang lebih banyak lagi.

"Dia masih merasa kurang juga," katanya.

Menurutnya, kalau terus-terusan menginginkan harta, kita tidak akan mencapai garis finish dan kita tidak akan punya standar tolak ukur yang mutlak karena kekayaan pun sifatnya relatif. Dan Nabi Muhammad telah menginformasikan tentang itu bahwa nafsu kita terhadap harta tidak akan pernah berhenti kecuali kita mati.

Nabi mengatakan, "Kalau saja seandainya, manusia itu mempunya du lembah yang berisi harta, niscaya ia akan menginginkan lembah yang ketiga. Dan tidak ada yang bisa menghentikan nafsu manusia kecuali tanah (mati)" (HR al-Bukhari dan Muslim)

 

Tegasnya, kata Ustaz Ahmad, Nabi Muhammad SAW, ingin menyampaikan bahwa manusia itu doyan harta, suka kekayaan, cinta herta benda, takut kemiskinan, tidak suka kekurangan dan benci kelaparan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement