Ahad 30 Aug 2020 22:14 WIB

Setengah Warga Lebanon Berisiko Krisis Pangan

PBB serukan mencegah krisis pangan di Lebanon.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Dwi Murdaningsih
Orang-orang berjalan di dekat puing-puing bangunan yang hancur di lingkungan dekat lokasi ledakan pekan lalu yang melanda pelabuhan Beirut, Lebanon, Kamis (13/8/2020).
Foto: AP / Felipe Dana
Orang-orang berjalan di dekat puing-puing bangunan yang hancur di lingkungan dekat lokasi ledakan pekan lalu yang melanda pelabuhan Beirut, Lebanon, Kamis (13/8/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan, lebih dari setengah populasi Lebanon berisiko menghadapi krisis pangan, Ahad (30/8). Kondisi ini semakin memburuk akibat dari ledakan pelabuhan di Beirut yang menambah banyak kesengsaraan negara itu.

"Lebih dari separuh penduduk negara berisiko gagal mengakses kebutuhan makanan pokok mereka pada akhir tahun. Tindakan segera harus diambil untuk mencegah krisis pangan," kata sekretaris eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia Barat (ESCWA), Rola Dashti.

Baca Juga

Dashti menyatakan, pemerintah Lebanon harus memprioritaskan pembangunan kembali tempat penyimpanan makanan di pelabuhan Beirut. Untuk mencegah krisis, pihak berwenang harus menetapkan batas atas harga pangan dan mendorong penjualan langsung dari produsen lokal ke konsumen.

Dikutip dari AlArabiya, PBB juga mendesak komunitas internasional untuk memperluas program ketahanan pangan yang menargetkan pengungsi dan komunitas tuan rumah. Langkah ini perlu dilakukan untuk membantu meredakan potensi ketegangan sosial.

Awal bulan ini, ESCWA mengatakan, lebih dari 55 persen orang Lebanon terjebak dalam kemiskinan dan berjuang untuk kebutuhan pokok. Lebanon terperosok dalam keruntuhan ekonomi bahkan sebelum bencana dahsyat yang terjadi pada 4 Agustus.

Lebanon gagal membayar utangnya. Sementara nilai mata uang lokal anjlok di pasar gelap dan tingkat kemiskinan melonjak, di atas lonjakan jumlah kasus virus korona.

"Tingkat inflasi rata-rata tahunan diharapkan lebih dari 50 persen pada 2020, dibandingkan dengan 2,9 persen pada 2019," kata ESCWA dalam sebuah pernyataan.

Lebanon mengandalkan impor untuk 85 persen dari kebutuhan pangannya dan hancurnya tempat penyimpanan bahan pangan di pelabuhan Beirut dapat memperburuk situasi yang sudah mengkhawatirkan. Terlebih lagi, ESCWA mengatakan, kenaikan biaya transaksi impor makanan dapat menyebabkan kenaikan harga lebih lanjut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement