REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perekonomian Inggris diperkirakan bisa tergerus hingga setengah triliun poundsterling atau sekitar Rp 9.750 triliun (kurs Rp 19.500 per poundsterling) apabila para pekerja tidak kembali bekerja ke kantor. Ekonom menilai, ekonomi Inggris butuh waktu lama untuk kembali normal apabila pekerja terus bekerja dari rumah.
Penerapan Work From Home (WFH) disebut akan menyebabkan kerugian sampai 480 miliar poundsterling. "Jika terus-terusan bekerja di rumah, PDB kita berisiko terjebak di urutan ke-10," kata ekonom Confederation of British Industry, Douglas McWilliams, dikutip The Guardian.
Penelitian yang dilakukan oleh tim McWilliams ini muncul saat salah satu perusahaan terbesar di Inggris berencana untuk menutup hampir 100 kantor secara permanen. Capita, perusahaan yang bergerak di sektor transportasi, juga berencana menutup 250 kantornya karena penurunan jumlah penumpang yang sangat drastis.
Tidak hanya transportasi, perusahaan rantai makanan Pret a Manger mengaku pembatasan aktivitas telah berdampak cukup besar terhadap bisnisnya. Perusahaan telah berencana untuk memangkas sekitar 2.900 para pekerjanya.
Sementara itu, banyak perusahaan yang akan terus mengizinkan karyawannya untuk bekerja dari rumah. Hal tersebut menegaskan bahwa pandemi Covid-19 telah mendorong perubahan besar dalam budaya berbasis kantor yang telah menjadi ciri khas perusahaan selama beberapa generasi.
Kantor akuntan PricewaterhouseCoopers dan fund manager Schroders mengizinkan sebagian besar staf untuk terus bekerja dari rumah. NatWest Group, pemilik Royal Bank of Scotland, telah menginformasikan kepada 49.000 dari 65.000 stafnya untuk tetap bekerja dari rumah hingga 2021.
McWilliams mengatakan kerugian yang disebabkan oleh penerapan WFH akan sangat besar bagi perekonomian. Pasalnya, kegiatan ekonomi yang dihasilkan sepang perjalanan pulang dan pergi kantor tidak bisa dihasilkan ketima WFH.