Senin 31 Aug 2020 12:31 WIB

Bertahan Hidup di Tengah Pandemi

Banyak orang mencoba berjualan online untuk bertahan hidup.

Belanja online (ilustrasi)
Foto: republika
Belanja online (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Esthi Maharani*

Beberapa hari lalu, saya tiba-tiba ingin menyapa teman lama. Sekadar menanyakan kabar. Obrolan pun berkembang ke kegelisahan dia di tengah pandemic Covid-19 saat ini. Ia bercerita sejak beberapa bulan lalu, gajinya tak lagi dibayar utuh. Tapi dia masih bersyukur karena memiliki pekerjaan tetap.

Dia juga bercerita, suaminya sudah tak lagi tercatat sebagai pegawai perusahaan swasta di Jakarta. Dengan kondisi seperti itu, mereka berdua putar otak demi dapur yang tetap mengepul. Singkat cerita, mereka memberanikan diri untuk menjadi reseller bumbu-bumbu dapur. Usaha ini dirintis baru dua bulan yang lalu. Mereka berbagi tugas dan menekuni bidang tersebut pelan-pelan.

Lalu, saya mulai menyadari bahwa beberapa teman juga semakin intensif berjualan. Jika sebelumnya hanya sepintas lalu melihat aktivitas mereka berjualan, kini intensitas menawarkan dagangan semakin tinggi. Tetangga rumah juga tak sedikit yang mulai secara vocal menjajakan barang dagangannya.

Barang jualannya pun bervariasi. Ada yang jualan hijab, home wear alias baju rumahan seperti daster dan sejenisnya, sprei, baju bayi, hingga berbagai makanan dan minuman, bumbu-bumbu dapur, bahkan tanaman beserta bibit dan media tanamnya.

Media untuk menawarkan barang dagangannya pun bermacam-macam. Market place seperti Shopee atau Tokopedia menjadi salah satu alternative. Tak hanya itu, story di Whatsapp, Instagram story dan akun Instagram khusus jualan, tak ketinggalan Facebook dan Twitter juga jadi sasaran. Tak jarang, saya lebih sering melihat titipan jualan di tweet atau tread viral di Twitter daripada komentar yang berkaitan langsung dengan isi tweet atau tread itu sendiri. Tapi tak apa, namanya juga usaha.

Saya sendiri sama sekali tidak terganggu dengan update status dan gegap gempita media sosial yang diserbu barang dagangan. Psst… Tahu gak kalau orang yang buat status jualan di Whatsapp, Instagram, Twitter, atau Facebook itu mereka sedang bertahan hidup. Jangan di-nyinyirin. Jualan itu halal dan produktif daripada nunggu pandemic reda, lebih baik terus bergerak dan beradaptasi sama keadaan. Iya kan?

Nyatanya, memang terjadi pertumbuhan jumlah pedagang sejak pandemic Covid-19 mulai melanda tanah air. Di Tokopedia saja misalnya jumlah pedagang meningkat dari 7,3 juta menjadi 8,3 juta. Peningkatan 1 juta pedagang ini terjadi dalam kurun waktu sekitar 3 bulan saja atau sejak Februari hingga Mei 2020.

Kementerian Komunikasi dan Informatika juga menyebutkan di masa pandemic Covid-19 ini jumlah transaksi online shop meningkat 400 persen. Angka ini diprediksi akan terus berlanjut pada beberapa waktu ke depan. Platform marketplace pun akan mendapat persaingan dari retailer besar hingga minimarket yang juga membuka layanan online hingga delivery.

Hal ini diperkuat dengan studi tentang situs belanja online yang paling banyak dikunjungi oleh masyarakat Indonesia sepanjang tahun 2019 yang dilakukan portal diskon online CupoNation Indonesia. Data menyebut Tokopedia merupakan toko online yang paling banyak dikunjungi dengan total pengunjung mencapai 1,2 miliar. Peringkat kedua dikuasai oleh situs belanja online Shopee dengan jumlah kunjungan mencapai 837.1 juta. Jumlah itu secara otomatis menggeser posisi Bukalapak yang pada tahun 2019 dikunjungi 823.5 juta pengunjung.

Di posisi keempat dan seterusnya ditempati oleh Lazada dengan 445,5 juta pengunjung; Blibli dengan 353,2 juta pengunjung; JD ID dengan 105,4 juta pengunjung; Orami dengan 89,8 juta pengunjung; Bhinneka dengan 62,2 juta pengunjung; Sociolla dengan 51,1 juta pengunjung; dan Zalora dengan 44,5 juta pengunjung.

Dengan perubahan pola jual beli di tengah pandemi seperti saat ini, ada hal-hal yang harus dilakukan agar tetap bertahan hidup di tengah pandemic dan persaingan ketat bisnis online. Pertama, perlu mewujudkan inklusi digital sedini mungkin. Digitalisasi yang dimaksud adalah menggunakan media sosial untuk menunjang kegiatan pemasaran, terdaftar di platform marketplace maupun memanfaatkan teknologi untuk mendukung kegiatan operasional.

Kedua, optimalisasi kolaborasi dan koordinasi. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan kinerja bisnis secara keseluruhan karena usaha pun perlu kerja sama. Ketiga, maksimalkan kreativitas untuk inovasi. Covid-19 telah mengubah perilaku dan kebiasaan konsumen. Oleh sebab itu, sangat penting untuk tidak hanya memantau situasi pasar secara seksama, tetapi juga terus berinovasi agar dapat memikat lebih banyak pelanggan.

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement